Kamis, 13 Maret 2008

Alkitab

Tugas untuk Peserta
1. Sambil mempelajari tiap-tiap bahan, peserta diminta untuk membaca Buku berjudul “Dapatkah Alkitab Dipercaya?” karangan Fritz Ridenour yang diterbitkan BPK Gunung Mulia Jakarta.
2. Setiap anda menyelesaikan satu bahan pelajaran, maka anda diminta untuk memberikan tanggapan. Tanggapan dapat berbentuk pernyataan atau pertanyaan..
3. Setelah anda membaca buku tersebut dan menyelesaikan semua bahan pelajaran, anda diminta untuk memberi tanggapan tentang Apakah anda mau menerima Alkitab sebagai pedoman hidup anda?” Tuliskan tanggapan itu dalam lima lembar halaman dan kirimkan ke Pangkimsan@Yahoo.com
4. Selamat Belajar!

Minggu Pertama

A L K I T A B

Doktrin tentang Alkitab seringkali dianggap sebagai bagian pendahuluan dari Teologia sistimatika. Tetapi Doktrin Alkitab memiliki kedudukan yang penting. Hal ini disebabkan oleh keberadaan Alkitab yang merupakan dasar kepercayaan Kristen dan perilaku orang kristen. Di samping itu, Alkitab merupakan media yang digunakan Allah untuk membuat DiriNya dan kehendakNya akan diketahui umat manusia.

A. Isi Alkitab
Alkitab merupakan pesan Allah kepada manusia. Ia adalah perkataanNya (Ibr.1:1-2). Ia adalah firmanNya yang dibentuk oleh nafasNya (II Tim.3:16). Dari Alkitab, Allah mengatakan semua yang Ia pikirkan supaya umat manusia mengetahui DiriNya. Di samping itu, Allah memberi kita informasi tentang alam semesta, asal usul, maksud, dan kehancuran, yang manusia tidak dapat selidiki dengan berbagai cara (Ibr.11:3; I Kor.2:7-13).
Tema utama dari Alkitab adalah Tuhan Yesus Kristus, Allah menjanjikan Juru selamat (Luk.24:27, 44; Yoh.1:45; 5:39; Mat. 1:21; Kej.3:15). Karya penebusan Allah telah dinyatakan dalam Perjanjian Lama oleh para nabi (Yes.52:13-53:12) dan persembahan korban yang diatur dalam Kitab Imamat. Persembahan korban itu disempurnakan dalam Injil oleh kematian dan kebangkitanNya; dan berlaku bagi mereka yang menerimaNya seperti diungkapkan dalam Kitab Kisah Para Rasul serta dijelaskan dalam Surat-surat dan disempurnakan dalam Kitab Wahyu.

B. Bagian Alkitab
Alkitab terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Alkitab kita menggunakan istilah “Perjanjian”. Alkitab sendiri tidak pernah menyebut dirinya sebagai Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Tetapi secara implisit, Ibrani 10:1 melukiskan konsep Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan perkataan “Di dalam Hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri”. Dalam Bahasa Inggris terdapat dua kata yang berarti perjanjian, yaitu Testament dan Covenant. Floyd H. Barackman lebih senang menggunakan Covenant daripada Testament karena kata “Covenant” menunjukkan suatu bentuk perjanjian antara Allah dan umatNya. Secara pengertian kata, kata “Covenant” memang lebih menunjuk pada suatu bentuk tulisan yang merupakan perjanjian. Sedangkan kata “Testament” menunjuk pada suatu pengakuan atau suatu perjanjian dengan Allah.
Pemakaian kata “lama” dan “baru” tidak boleh dimengerti dalam batasan waktu. Bahwa ada yang lama dan ada yang baru sehingga timbul konsep Perjanjian Lama itu usang dan tak perlu dipakai lagi.

1. Perjanjian Lama
1.1. Makna
Istilah “Perjanjian Lama” diambil dari Perjanjian Allah dan Israel di Gunung Sinai (Kel.19:1-8; 24:8). Istilah ini juga digunakan oleh orang Kristen karena statemen dari perjanjian dan sejarah hubungan Israel dengan Allah di bawah perjanjian. Pada periode 1446-430 BC, Perjanjian Lama berisi 39 buku.
1.2. Susunan
Susunan Perjanjian Lama kita yang terdiri dari 39 kitab, mengikuti susunan dari Septuginta dan Vulgate. Susunan itu adalah sebagai berikut: 1) Kategori Sejarah yang terdiri dari Kitab-kitab Legislatif yang terdiri dari Kitab Kejadian sampai Kitab Ulangan; dan Kitab-kitab Eksekutif yang terdiri dari Kitab Yosua sampai Kitab Ester. 2) Kategori Pengajaran yang terdiri dari Kitab-kitab Syair yang terdiri dari Kitab Ayub, Kitab Mazmur, Kitab Kidung Agung, Kitab Ratapan; dan Kitab-kitab Hikmat yang terdiri dari Kitab Amsal dan Kitab Pengkotbah. 3) Kategori Para Nabi yang terdiri dari Kitab-kitab Nabi Besar yang terdiri dari Kitab Yesaya, Kitab Yeremia, Kitab Yehezkiel, Kitab Daniel; dan Kitab-kitab Nabi Kecil yang terdiri dari Kitab Hosea sampai Kitab Maleakhi.
1.3. Nilai
Nilai-nilai yang terdapat dalam Perjanjian Lama sebagai berikut:
1. Perjanjian Lama merupakan Alkitab dari Tuhan kita Yesus Kristus dan para rasul (Mat.5:17-18; Luk.24:27; Kis.17:2).
2. Perjanjian Lama merupakan dasar dari Perjanjian Baru. Hal ini terlihat pada beberapa aspek sebagai berikut:
a) Ada pengajaran dasar seperti keesaan dan kesucian Allah (Ul.6:4; Yes.6:1-5; 57:15), penciptaan alam semesta (Kej.1), Kejatuhan manusia (Kej.3) dan dibenarkan karena iman (Kej.15:6).
b) Adanya nubuat tentang Tuhan Yesus Kristus yang digenapi dalam Perjanjian Baru (Mat.1:22-23).
c) Adanya rencana Allah bagi dunia ini, yang memuncak pada karya Kristus yang terlihat di Perjanjian Baru (Maz.2; Yes.2:1-5; Wah.19:11-20:15).
3. Perjanjian Lama berisi kekayaan yang menumbuhkan kesetiaan dan pertumbuhan rohani seperti Mazmur, kesaksian, dan hikmat (Rom.15:4; I Kor.10:11).

2. Perjanjian Baru
2.1. Makna
Perjanjian Baru menempatkan kembali Perjanjian Lama dari Hukum Musa (Ibr.10:9; 8:6-13; II Kor.3:6-14). Perjanjian Baru diprediksikan dalam Yeremia 31:31-34 dan telah memberi kuasa oleh kematian dan kebangkitan Kristus (Luk.22:20; Ibr.9:15). Bagian Alkitab ini tidak hanya berkisah tentang karya penebusan Kristus yang menjadikan Perjanjian Baru menjadi efektif, tetapi ia juga memperluas janji Allah kepada semua orang yang bertobat. 27 Kitab di Perjanjian Baru ditulis antara tahun 45 - 95 AD.
2.2. Susunan
Susunan 27 Kitab dalam Perjanjian Baru yang kita miliki mengikuti susunan Alkitab versi Septuaginta dan Vulgate. 4 Injil merupakan suatu koleksi yang disebut Injil. Tulisan Paulus disebut Surat-surat. Dalam Perjanjian Baru juga terdapat surat-surat yang ditulis oleh orang lain yang sering disebut orang-orang yang dekat dengan rasul. Kisah Para Rasul menjadi kitab yang menghubungkan antara Injil dan Surat-surat.
Susunan Perjanjian Baru sebagai berikut: 1) Kategori Kitab Sejarah yang terdiri dari dua jenis yaitu Sejarah dari Yesus (Kitab Matius sampai Kitab Yohanes); dan Sejarah dari gereja (KItab Kisah Para Rasul). 2) Kategori Kitab Pengajaran yang terdiri dari dua jenis yaitu pengajaran Paulus (Kitab Roma sampai Surat Filemon); dan Pengajaran Umum (Surat Ibrani sampai Surat Yudas). 3) Kategori Nubuat yang disebut Kitab Apokaliptik yaitu Kitab Wahyu.
2.3. Nilai
Nilai-nilai yang terdapat dalam Perjanjian Baru sebagai berikut:
1. Perjanjian Baru merupakan penggenapan dari semua yang dilukiskan oleh Perjanjian Lama dan diprediksikan dalam nubuat di Perjanjian Lama (Mat.5:17-18; Luk.18:31; 21:22; Rom.16:25-26).
2. Perjanjian Baru menunjukkan pendiri dan isi dari kekristenan (Luk.1:1-4; Yoh.14:6; 16:12-15; Ef.4:20-21; II Tes.2:15; II Pet.3:1-2).
3. Perjanjian Baru mengatakan bahwa orang berdosa akan diselamatkan dan dipulihkan hubungannya dengan Allah (Yoh.3:16-18, 36; Rom.3:9-26; Ef.2:1-10).
4. Perjanjian Baru menunjukkan kehendak Allah bagi umatNya (Gal.6:2).
5. Perjanjian Baru menunjukkan rencana Allah (Mat.16:18) dan kedatanganNya yang ke dua kali (Mat.24; Wah.4-20; II Tes.2).

Wahyu dan Inspirasi

WAHYU DAN INSPIRASI

Kita akan melihat bagaimana Alkitab dapat dibentuk? Di dalamnya akan kita kenal tiga istilah yaitu wakyu, inspirasi, dan iluminasi. Wahyu menunjuk pada tindakan Allah untuk menyatakan kebenaranNya (Gal.1:12; Ef.3:3; I Kor.2:9-10) atau untuk menyatakan kebenaran bahwa Ia yang mewahyukan (Wah.1:1). Inspirasi berkenaan dengan hasil dari tindakan Allah dalam kata-kata manusia, baik lisan maupun tulisan (I Kor.2:13; II Pet.1:21; II Tim.3:16). Iluminasi merupakan kebalikan dari Inspirasi. Iluminasi merupakan tindakan Allah memberi penerangan agar kita mengerti kebenaranNya (I Kor.2:11-12; I Yoh.2:20, 27; Ef.1:17-18).
A. Wahyu
1. Definisi
Kata “Wahyu” sering diartikan dengan ilham. Ilham sering diartikan mendapat ide. Namun kata Wahyu tidak dapat diartikan ilham karena ilham menyiratkan suatu makna bahwa orang berkarya karena ia memperoleh ilham, dan bila tanpa ilham ia tidak dapat melakukan apapun. Pengertian kata “wahyu” lebih tepat bila kita menengok asal katanya, yaitu kata Yunani “Apokalupsis” yang berasal dari kata kerja “apokalypto” yang berarti membuka tudung atau menyingkapkan. Maka wahyu berarti suatu perbuatan Allah yang menyatakan atau menunjukkan kebenaran-kebenaranNya kepada manusia yang tidak dapat diketahui dengan usahanya sendiri.

2. Macam-macam Wahyu
Alkitab menunjukkan kepada kita dua jenis wahyu, yaitu:
2.1. Wahyu Umum
Allah menyatakan wahyu umum kepada manusia melalui dua cara, yaitu: pertama, penciptaan (Maz.19:2-7; Rom.1:19-20). Melalui hasil ciptaanNya Allah menyatakan DiriNya kepada manusia. Oleh sebab itu, melalui penciptaan manusia disadarkan akan adanya keberadaan Allah. Mirim Santoso menyatakan bahwa wahyu ini mengajar manusia tentang Allah. Ke dua, hati nurani manusia (Rom.2:14-15). Hal yang dapat diketahui manusia tanpa diajar bahwa suatu perbuatan itu benar atau salah dan ada suatu kekuasaan yang lebih tinggi dan manusia mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada kekuasaan itu. Dengan demikian, wahyu umum juga mengajar manusia tentang yang benar dan yang salah.
Meskipun Allah telah menyatakan DiriNya melalui penciptaan dan hati nurani, keduanya
tidak mamu memenuhi kebutuhan dasar manusia. Manusia telah berdosa dan membutuhkan jalan keselamatan. Wahyu umum tidak dapat membawa manusia pada keselamatan. Ia tidak menunjukkan jalan keselamatan karena ia belum menyentuh karya penebusan Kristus sebagai jalan satu-satu menuju keselamatan kekal. Maka manusia membutuhkan wahyu yang lain.
2.2. Wahyu Khusus
Wahyu khusus diberikan Allah kepada manusia melalui dua cara, yaitu: Tuhan Yesus Kristus dan Alkitab. Melalui Kristus manusia dapat melihat secara langsung keberadaan Allah dan jalan keselamatannya. Demikian juga dengan Alkitab. Dengan wahyu khusus ini Allah memberitahukan kepada manusia yang berdosa tentang jalan keselamatan di dalam Kristus supaya mereka dapat bertobat, percaya, dan beroleh hidup yang kekal (Yoh.2:30-31). Media yang dipakai Allah untuk menyatakan wahyu khususnya adalah orang Yahudi (Rom.3:1-2).
Wahyu khusus memiliki beberapa sifat yaitu: pertama, Supranatural. Wahyu umum sering juga disebut wahyu natural. Tetapi wahyu khusus adalah wahyu supranatural. Pekerjaan Allah dalam menciptakan manusia adalah supranatural. Oleh sebab itu, ketika manusia telah jatuh dalam dosa, dibutuhkan karya supranatural yang baru. Karya ini memiliki dua dimensi, yaitu: Allah perlu mengutus AnakNya untuk mengadakan jalan keselamatan bagi orang berdosa, dan Allah perlu menyatakan jalan keselamatan tersebut kepada setiap generasi. Untuk mewujudkan dua dimensi itu, Allah menggerakkan orang-orang pilihanNya untuk menulis Alkitab. Manusia yang berdosa dibukakan telinganya sehingga dapat mendengar suara Allah dengan jelas, dan Allah menggerakkan dan mengkontrol mereka sehingga mereka dapat menulis apa yang dikehendaki Allah. Semua ini adalah pekerjaan yang supranatural. Ke dua, Diberikan berangsur-angsur. Allah menggunakan waktu kurang lebih 1350 tahun (1250 BC - 100 AD) untuk memberikan Alkitab kepada manusia. Allah tidak memberikan sekaligus mengingat keterbatasan manusia. Setelah Kristus datang, mati, bangkit, dan naik ke Surga, maka wahyu itu diberikan secara lengkap kepada manusia. Ke tiga, Sekarang telah lengkap. Setelah Rasul Yohanes menulis Kitab Wahyu maka wahyu khusus Allah kepada manusia telah lengkap (Wah.22:18-19). Ke empat, Ditulis dalam sebuah kitab. Pada mulanya, sebagian wahyu khusus diberikan secara lisan yang disampaikan oleh nabi-nabi melalui kotbahnya. Kemudian dituliskan melalui gerakan Roh Kudus (Yer.36:1-2). Bagian-bagian yang lain dituliskan sebagai sejarah. Wahyu khusus memang tidak diwariskan secara lisan. Ia dituliskan dan berlaku untuk tiap zaman dan semua generasi manusia.

B. Inspirasi
1. Definisi
Inspirasi adalah pekerjaan Allah yang menggerakkan, menguasai, dan memimpin orang-orang yang telah dipilihNya untuk menuliskan perkataan-perkataan yang kehendakiNya tanpa salah. Alkitab mendefinisikan inspirasi sebagai segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (II Tim.3:16). Ayat ini akan lebih jelas pengertiannya bila kata “tulisan” diganti dengan kata “Alkitab”, dan kata “yang” dihapus sesuai dengan teks aslinya. Maka berbunyi, “Seluruh Alkitab diilhamkan Allah....”. Kata “diilhamkan” berasal dari kata “theopneustos” yang berasal dari dua kata yaitu “theos” dan “pneuma”. Gabungan dua kata ini digunakan satu kali di Perjanjian Baru. Kata ini berarti dinafaskan Allah. Maka jelaslah bahwa seluruh bagian Alkitab dinafaskan Allah. Kalau Paulus menggunakan kata “tulisan”, maka nyatalah bahwa yang dinafaskan Allah itu telah dituliskan menjadi sebuah kitab yaitu Alkitab.
Dalam penulisan Alkitab, antara Wahyu dan Inspirasi memiliki hubungan yang erat. Pertama, ketika penulis Alkitab menulis Alkitab, ada kalanya ia memiliki inspirasi tanpa adanya wahyu. Maka dalam beberapa peristiwa, wahyu tidak diperlukan karena penulis telah mengetahui hal yang harus ditulisnya (I Yoh.1:1-3; Luk.1:1-4). Ke dua, ketika penulis menulis Alkitab, ia memiliki wahyu dan inspirasi (Kej.1:1). Ke tiga, Ketika penulis menulis Alkitab, ia memiliki wahyu tanpa inspirasi. Ia menerima wahyu yang tidak dikehendaki Allah ditulis dalam Alkitab (II Kor.12:2-4; Wah.10:3-4).

2. Teori-teori Inspirasi
Sepanjang sejarah theologia, terdapat berbagai pandangan tentang inspirasi. Bahkan dalam kehidupan agama-agama di dunia terdapat teori-teori tentang inspirasi kitab sucinya. Sebelum kita melihat teori-teori inspirasi itu, kita perlu mengenal empat jenis inspirasi, yakni: Pertama, Inspirasi Mekanis. Inspirasi mekanis adalah inspirasi yang menempatkan manusia sebagai mekanik atau mesin. Segala inisiatif dan keaktifan utama adalah Tuhan. Inspirasi mempercaya bahwa Kitab Suci diinpirasikan secara harafiah. Ke dua, Inspirasi yang Negatif atau Pasif. Pandangan ini mengajarkan bahwa penulis Alkitab dijaga oleh Roh Kudus sehingga apa yang diucapkan atau ditulis sesuai dengan kehendak Allah. Pandangan ini masih dipercayai di kalangan Gereja Katolik Roma. Ke tiga, Inspirasi Dinamis. Pandangan ini melihat bahwa hati penulis dibarui oleh Allah sehingga inspirasi identik dengan kelahiran ke dua kali. Inspirasi jenis ini sangat bergantung pada Roh Kudus karena kecakapan untuk menulis Alkitab diberikan oleh Roh Kudus. Maka makin rohani penulisnya, makin dapat dipercayai tulisannya. Pandangan ini dikemukakan oleh F. Schleiermacher. Ke empat, Inspirasi Organis. Inspirasi organis berarti manusia hanya alat yang digunakan Allah untuk menulis Alkitab. Manusia hanyalah sarana Allah (Kis.9:15). Inspirasi jenis ini dipercayai oleh Harun Hadiwijono sebagai inspirasi Alkitabiah.
2.1. Teori Inspirasi Dalam Kekristenan.
2.1.1. Kristen Liberal
Alkitab terdiri dari 66 kitab, yang dibagi dua yakni: 39 Kitab Perjanjian Lama, dan 27 Kitab Perjanjian Baru. Tiap-tiap kitab tidak diturunkan dari surga atau didiktekan oleh Tuhan atau malaikat Tuhan kepada manusia. Kitab-kitab itu dikarang oleh manusia. Dalam mengarang kitab ini, penulis dipengaruhi oleh lingkungan hidup, masyarakat, alam pikiran, dan kebudayaan pada masa penulis. Kristen Liberal mempercayai bahwa surat-surat Paulus adalah surat-surat biasa, tidak berbeda dengan surat-surat yang kita kirimkan kepada teman atau perkumpulan yang kita kenal. Memang isinya istimewa karena berhubungan dengan kepercayaan orang beriman atau jemaat.
Kristen Liberal memandang Alkitab berisi firman Allah yang ditambah dengan kata-kata manusia. Manusia dapat menemukan firman Allah dalam Alkitab melalui refleksi moral atau rasio. Tetapi kata-kata Alkitab bukan firman Allah. Alkitab bukan firman Allah yang lengkap, sebaliknya firman Allah tidak ada dalam Alkitab dengan lengkap. Alkitab tidak dapat dijadikan
standar untuk hidup beriman dan perbuatan.
Kristen Liberal terbagi dua kelompok, yakni: Pertama, Pandangan Iluminasi. Kelompok ini menyatakan bahwa Allah memberikan kepada penulis Alkitab, pengertian alan kebenaran melalui iluminasi. Kadar Iluminasi itu berbeda-beda pada tiap penulis. Jadi penulis Alkitab tergantung pada penerangan Allah kepada penulis. Bila penulis dalam keadaan baik rohaninya, maka hasil tulisannya juga baik. Ke dua, Pandangan Intuisi. Kelompok ini meyakini bahwa penulis mempunyai intuisi alam mengenai hal-hal rohani yang melebihi manusia biasa. Tetapi intuisi ini tidak supranatural, melainkan hanya karunia khusus yang dimiliki orang-orang tertentu. Dengan intuisi itulah, penulis menemukan kebenaran Ilahi. Dalam kelompok ini dikenal juga teori Inspirasi sebagian (Partial Inspiration) yang beranggapan bahwa pengajaran moral dan doktrin Alkitab memang diinspirasikan Allah. Tetapi hal-hal yang berhubungan dengan sejarah yang dicatat Alkitab adalah karya manusia biasa yang tidak terhindar dari kesalahan.
Dengan demikian, kita dapat melihat beberapa kesimpulan tentang Pandangan Kristen Liberal terhadap Inspirasi Alkitab, yakni: pertama, Naturalistik. Alkitab hanya dianggap sebagai catatan sejarah atau agama suatu bangsa. ke dua, Deistik. Alkitab merupakan karya manusia secara aktif sedangkan Allah pasif. Ke tiga, Rasionalistik. Rasio manusia menjadi ukuran terhadap keberadan firman Allah dalam Alkitab. Ke empat, Anthroposentris. Manusia yang mencari kebenaran. Kebenaran dapat diketahui melalui usaha manusia.
2.1.2. Kristen Neo Orthodok
Kristen Neo Orthodok dikenal sebagai Theologia Reformasi Baru yang lahir sebagai reaksi terhadap Kristen Liberal. Kristen Neo Orthodok dipelopori oleh Karl Barth, dan terbagi dalam dua kelompok, yakni: Pertama, Pandangan Eksistensialis. Tokoh dalam kelompok ini adalah Karl Barth dan Emil Brunner. Karl Barth menyatakan bahwa kata-kata Alkitab menjadi firman Allah jika Allah menggunakan saluran yang tidak sempurna (Alkitab) untuk menghadapi manusia dan pada saat manusia mengerti maka kata-kata Alkitab menjadi firman Allah baginya. Sedangkan Emil Brunner menyatakan bahwa Alkitab adalah catatan wahyu yang diterima penulis secara pribadi, individu dan hal itu dapat menjadi wahyu pula bagi kita jika kita menerimanya dengan cara yang sama. Ke dua, Pandangan Demitologisasi. Rudolf Bultman dan Reinhold Niebuhr beranggapan bahwa untuk mendapatkan firman Allah yang benar dari Alkitab, maka Alkitab harus dibebaskan dari pengaruh kebudayan dan dongeng. Kita dapat melihat catatan sejarah yang salah dengan segala dongengnya. Hal seperti kejatuhan manusia ke dalam dosa, salib, dan kebangkitan Kristus, tak perlu dipercayai sebagai peristiwa sejarah. Alkitab menjadi firman Allah ketika seseorang dihadapkan dengan kasih Allah yang mutlak di balik kisah Alkitab. Edward J. Carnell dan Robert Mounce mengatakan bahwa kalau penulis Alkitab berbuat salah dalam bidang yang bisa diselidiki (sejarah), bagaimana bisa meyakini adanya ketidaksalahan dalam bidang yang tak dapat diselidiki (doktrin). Dengan demikia kita dapat menyimpulkan bahwa pandangan Kristen Neo Orthodok melihat Alkitab secara Naturalistik dan subyektif.
2.1.3. Kristen Konservatif
Kristen Konservatif mempercayai Alkitab adalah firman Allah. Alkitab adalah wahyu Allah secara obyektif. Alkitab sudah ditulis dan Allah telah berfirman melaluinya. Alkitab adalah firman Allah dalam kondisi apapun. Dalam Kristen Konservatif terdapat dua kelompok, yakni: Pertama, Pandangan Verbal Dictation atau Mechanical Inspiration. Pandangan ini memandang bahwa penulis hanya mencatat apa yang didiktekan Allah. Ke dua, Pandangan Concept Inspiration atau Dinamic Inspiration. Pandangan ini melihat bahwa Allah mewahyukan pikiran beritanya (konsepnya) dan penulis bebas menulisnya dengan kata-katanya sendiri.

Wahyu dan Inspirasi

Lanjutan Topik Wahyu dan Inspirasi

C. Keabsahan Wahyu dan Inspirasi Alkitab
Sampai saat ini, kita memang dapat melihat berbagai macam pandangan tentang Alkitab. Namun kita harus melihat bahwa Alkitab adalah firman Allah, bukan yang lain. Alkitab adalah wahyu Allah. Hal ini dapat kita lihat dalam beberapa segi.

1. Alkitab sering disebut firman Allah.
1.1. Alkitab sering memuat perkataan, “Allah berfirman...” dan yang sejenis sebanyak 3800 kali.
1.2. Beberapa penulis Alkitab bukan saja mengatakan bahwa firman Allah datang pada merekatetapi juga menyatakan bahwa Allah memerintahkan mereka untuk menulis (Kel.34:27; Yer.30:1-2; I Kor.14:37; Wah.1:11).
1.3. Alkitab sering disebut Alkitab, Kitab Suci, Taurat. Alkitab sering menggunakan kata “graphe” untuk menunjukkan bahwa ia adalah sebuah kitab (Mat.22:29). Ia juga sering disebut Taurat yang dalam Bahasa Yunani dipakai istilah “Nomos” dan Bahasa Ibrani dipakai istilah “Torah”. Kata itu sering berkonotasi seluruh bagian Perjanjian Lama atau lima Kitab Musa (Mat.5:18; Luk.24:44; Yoh.10:34-35). Alkitab juga sering menggunakan istilah “Logion” yang berarti firman Allah (Rom.3:1-2). Juga sering menggunakan istilah “Graphomai” yang berarti telah tersurat. Kata ini menunjukkan bahwa kitab itu memiliki otoritas.

2. Penulis Perjanjian Baru percaya bahwa Perjanjian Lama adalah firman Allah yang diwahyukan atau diilhamkan Allah.
2.1. Penulis Perjanjian Baru percaya bahwa sejarah dan orang-orang dalam Perjanjian Lama benar-benar terjadi dan ada. (Ib.11).
2.2. Penulis Perjanjian Baru sering mengutip Perjanjian Lama untuk membuktikan bahwa apa yang ditulis adalah benar.
2.3. Penulis Perjanjian Baru sering mengatakan bahwa nubuat dalam Perjanjian Lama sudah digenapi atau pasti digenapi (Mat.2:17-18; Rom.14:10-12).
2.4. Para Rasul menggunakan Perjanjian Lama sebagai dasar kotbahnya (Kis.2:16-21).
2.5. Penulis Perjanjian Baru sering mengatakan bahwa kita harys menaati perintah Perjanjian Lama (Rom.13:8-10).
2.6. Ketika Penulis Perjanjian Baru mengutip Perjanjian Lama, sering menggunakan kata “Roh Kudus berkata...” (Maz.95:7-9 cf. Ib.3:7).

3. Penulis Perjanjian Baru menghargai kitab-kitab yang ditulisnya sebagai kitab yang sederajat dengan Perjanjian Lama.
3.1. Penulis Perjanjian Baru menyebut dirinya sebagai pemelihara rahasia Allah (I Kor.4:1).
3.2. Penulis Perjanjian Baru mengatakan bahwa Injil yang dikotbahkan telah diilhamkan Allah kepada mereka (Ga.1:11-12; I Pet.1:12b).
3.3. Penulis Perjanjian Baru mengatakan bahwa setiap kata yang digunakan diajarkan oleh Roh Kudus (I Kor.2:6-8a).
3.4. Rasul Paulus menyatakan bahwa berita yang ia dan para rasul adalah Injil Kristus yang benar (Gal.1:6-8), dan apa yang ia tulis adalah perintah atau hukum Allah (I Kor.14:36-37; I Tes.2:13).
3.5. Rasul Petrus menyebut tulisan Paulus sebagai Alkitab, graphe (II Pet.3:15-16).
3.6. Penulis Perjanjian Baru menyatakan bahwa berita mereka adalah dasar gereja (Kis.2:42; Ef.2:19-20), dan berotoritas bagi gereja (Kis.2).
3.7. Kitab-kitab Perjanjian Baru diedarkan, dikumpulkan dan dibaca di gereja (II Pet.3:15-16; Kol.4:16; I Tes.5:27).

4. Yesus Kristus menyatakan bahwa Alkitab adalah wahyu Allah.
4.1. Yesus menyatakan bahwa Perjanjian Lama telah lengkap. Ia menegaskan bahwa catatan sejarah dalam Perjanjian Lama adalah benar-benar ada (Mar.13:19; 19:4-5; Luk.17:26-27; Mat.8:11). Tuhan Yesus mempercayai bahwa nubuat dalam Alkitab pasti digenapi (Mat.5:17-18; 26:54-56a; Yoh.10:34-35a). Dalam kotbahNya, Tuhan Yesus sering mengutip dan memakai Perjanjian Lama (Mat.4:1-11). Ia juga menempatkan Diri Di bawah otoritas Alkitab dalam perbuatan (Mat.4:1-11), dan pekerjaanNya (Luk.4:17-21;
18:31-33).
4.2. Yesus menyaksikan bahwa Perjanjian Baru belum ditulis pada masa Ia hidup di dunia. Ia memberi banyak janji kepada murid-muridNya bahwa Perjanjian Baru akan ditulis. Yesus menyatakan bahwa Ia akan mengirim Roh Kudus untuk menyatakan semua kebenaran kepada mereka. Perjanjian ini dikatakan kepada murid-muridNya ketika Ia akan mengakhiri pelayanan di bumi (Yoh.14:16, 17, 26; 15:26-27; 16:7, 12-14). Roh Kudus yang diutus itu akan mengajar segala sesuatu kepada mereka (Yoh.14:26); mengingatkan mereka segala sesuatu yang telah dikatakan Yesus kepada mereka (Yoh.14:26); memimpin mereka ke dalam seluruh kebenaran (Yoh.16:13); memberikan segala perkara yang akan datang kepada mereka (Yoh.16:13); memberitakan segala sesuatu tentang DiriNya kepada mereka (Yoh.16:14) dan menyaksikan tentang DiriNya sendiri (Yoh.15:26-27). Bagaimana Roh Kudus melakukan semua itu? Ia melakukannya melalui kata-kata para murid dan melalui tulisan yang diilhamkan.

5. Isi Alkitab membuktikan bahwa Alkitab adalah wahyu Allah.
5.1. Kesatuan isi Alkitab membutkikan bahwa Alkitab adalah wahyu Allah. Alkitab terdiri dari 66 kitab yang ditulis kurang-lebih 30-40 orang dalam jangka waktu 1350 tahun. Jika kita mencoba menyelidiki kitab-kitab itu, maka kita menemukan bahwa kitab-kitab itu memiliki satu pokoh bahasan yang saling melengkapi. Kita juga dapat menemukan bahwa dalam beberapa segi, Alkitab memiliki kesatuan, yakni: pertama, Alkitab hanya mempunyai satu sistim doktrin. Kita mendapatkan sistimatika theologia bukan hanya dari satu atau dua kitab dalam Alkitab tetapi dari seluruh kitab. Pengajaran kitab-kitab itu membentuk satu sistim doktrin yang harmonis dan tidak bertentangan satu dengan yang lain. Ke dua, Alkitab hanya mempunyai satu konsep moral. Seluruh kitab dalam Alkitab memiliki konsep moral yang sama dan tidak bertentangan. Ke tiga, Alkitab hanya mempunyai satu sistim keselamatan. Perjanjian Lama mengajar bahwa manusia tidak dapat diselamatkan melalui perbuatan tetapi melalui korban pengganti yang melambangkan Kristus. Ke empat, Alkitab hanya mempunyai satu pusat. Pusat Alkitab adalah Kristus. Sejak Perjanjian Lama keberadaan Kristus telah dinyatakan, dan dalam Perjanjian Baru keberadaan Kristus menjadi nyata.
5.2. Ketepatan Ilmu Pengetahuan dalam Alkitab membuktikan bahwa Alkitab adalah wahyu Allah. Banyak penemuan ilmu pengetahuan yang ditemukan setelah Alkitab terbentuk. Tetapi tak satupun penemuan itu yang berlawanan dengan Alkitab. Dalam Yesaya 40:22 dinyatakan bahwa bumi ini bulat. Christopher Colombus menemukan bumi ini bulat setelah membuktikan bahwa anggapan salah dari masyarakat tentang bumi itu persegi. Ayub 26:7 menunjukkan bahwa bumi tidak memiliki tiang penyangga tetapi menggantung pada kehampaan. Alkitab juga menunjukkan bahwa jumlah bintang di langit sangat banyak (Kej.15:5; 22:17; Yer.33:22). Banyak astronom yang mencoba menghitung bintang di langit dan kesimpulannya, “Bintang di langit tak terhitung jumlahnya”. Bintang itu juga dinyatakan Alkitab, “sangat tinggi dan jauh” (Ayub 22:12). Setelah para ahli mengukur jarak bintang dengan bumi. Maka bintang itu terletak ribuan mil bahkan jutaan mil. Alkitab juga menyatakan bahwa cahaya mempunyai hubungan dengan bunyi (Ayub 38:7; Maz.65:9). Baru pada tahun 1880, Alexander Graham Bell menciptakan photophone dengan menyatakan, “Saya mendengar seberkas sinar tertawa, batuk dan menyanyi”.
5.3. Ketepatan sejarah dalam Alkitab membuktikan bahwa Alkitab adalah wahyu Allah. Di dunia barat, Alkitab menjadi satu-satunya sumber sejarah 10 sampai 20 abad sebelu masehi. Dengan penemuan arkeologi di abad 19 dan 20, makin mengukuhkan ketepatan sejarah yang dicatat dalam Alkitab. Perjanjian Lama menyebut bangsa Het pada jaman Abraham (Kej.15:20) dan terakhir pada jaman Ezra (Ezra 9:1). Pada tahun 1906, para arkeolog menggali ibukota Kerajaan Het di Turki tepatnya di Kota Boghazkoi. Para arkeolog menemukan suatu perpustakaan besar yang menunjukkan bahwa Bangsa Het memang benar-benar ada dan pernah berjaya. Alkitab juga menyebut Sargon, Raja Asyur. Banyak sarjana yang menganggap bahwa Alkitab telah salah karena dalam daftar raja-raja Asyur, tak ada ada Raja yang bernama Sargon. Tetapi para arkeolog menemukan bekas istana raja ini dan menemukan catatan-catatan tentang Raja Sargon sebagai Raja Asyur. Alkitab juga menyebutkan Belsyazar, raja Babel yang terakhir. Sebelum penemuan arkeologi, satu-satunya catatan yang diketahui tentang keruntuhan Kerajaan Babel menunjukkan bahwa raja Babel yang terakhir adalah Nabonidus dan ia tidak mati terbunuh. Tetapi setelah penemuan arkeologi, didapatkan bahwa Raja Nabonidus adalah raja Babel yang sangat memperhatikan bidang keagamaan. Ia sering tidak menjalankan tugasnya sebagai raja sehingga Belsyazar, putranya mewakilinya. Pada saat inilah Babel runtuh dan Belsyazar terbunuh.
5.4. Adanya sistim moral yang tinggi dalam Alkitab membuktikan bahwa Alkitab adalah wahyu Allah. Alkitab memounyai kesatuan sistim moral dan etika yang lebih tinggi daripada sistim moral dan etika yang diketahui manusia. Hal ini dapat dilihat bahwa: pertama, Etika dalam Alkitab sempurna. Ia meliputi segala sesuatu yang harus dilakukan manusia tanpa kompromi, dan melarang segala dosa baik dalm perbuatan perkataan, pikiran atau sikap. Ke dua, Etika dalam Alkitab sangat dalam. Alkitab mengatakan bahwa dosa itu dimulai dari dalam hati. Hal ini menunjukkan bahwa etika bukan hanya persoalan sikap dan perbuatan tetapi juga yang ada dalam hati. Ke tiga, Etika dalam Alkitab mutlak. Etika dalam Alkitab tidak relatif karena ia memiliki standar kebenaran dari Allah. Ke empat, Etika dalam Alkitab sederhana dan Praktis. Etika dalam Alkitab bukanlah etika yang sukar dilakukan atau terlalu sulit dipahami. Etika Alkitab merupakan perwujudan dari kehidupan sehari-hari manusia.

6. Nubuat yang digenapi dalam Alkitab membuktikan bahwa Alkitab adalah wahyu Allah.
Banyak nubuat dalam Alkitab yang digenapi, baik nubuat tentang Tuhan Yesus maupun orang Yahudi. Dari kelahiran sampai pada hal kematian Tuhan Yesus dinubuatkan dan digenapi (perhatikan bagan nubuat dan penggenapan tentang diri Tuhan Yesus). Demikian juga dengan Orang Yahudi yang dicerai-beraikan (Im.26:14-33) dan pemeliharaan (Yer.31:35-36).

7. Pengaruh Alkitab di dalam dunia membuktikan bahwa Alkitab adalah wahyu Allah.
Alkitab mempunyai pengaruh yang besar di dalam kehidupan manusia, dari bidang seni, literatur, musik, pemerintahan dan hukum, sosial bahkan ia dapat mempengaruhi kehidupan seseorang sehingga ia bertobat dan menerima Yesus (II Kor.5:17).

8. Alkitab dapat bertahan sampai hari ini membuktikan bahwa Alkitab adalah wahyu Allah
Alkitab adalah buku yang tertua di dunia. Ia telah melewati ribuan tahun dengan berbagai macam situasi. Bahkan Alkitab telah tersebar ke berbagai penjuru dunia dan berada di tangan ribuan suku bangsa. Tetapi Alkitab masih tetap ada sehingga hal ini menunjukkan bahwa Allah ikut campur-tangan dalam keberadaannya sampai hari ini bahkan sampai akhir jaman.

D. Penulisan Alkitab
Alkitab memang Wahyu Allah dan diinspirasikan Allah kepada para penulisnya. Tetapi timbul dalam benak kita, bagaimana Alkitab ditulis? Ada dua langkah yang dilakukan Roh Kudus dalam menggerakkan penulis Alkitab untuk menulis Alkitab.
1. Allah memilih dan menyediakan penulis sebelum Ia menggerakkan penulis untuk menulis Alkitab.
Allah tidak mencari ke sana ke mari untuk mendapatkan seorang yang dianggap cocok untuk menyampaikan beritaNya. Allah telah menyediakan orang tersebut sehingga orang itu akan menjadi seseorang yang memang dapat dipakai Allah. Dalam Hal ini, Allah memilih penulis sebelum ia dilahirkan (Yer.1:4-5; Gal.1:15-16), menempatkan penulis pada keadaan yang dikehendakiNya dan memberikan latihan yang diperlukan (Kis.7:22; Kol.4:14), menghendaki orang-orang yang telah dipilih untuk mencatat suatu peristiwa, melihat dan mengalami (Matius dan Yohanes), dan sebelum menggerakkan penulis untuk menulis, Ia menggerakkan penulis untuk menyelidiki fakta-faktanya (Luk.1:1-4).
2. Bila Waktu Allah tiba, Allah memberi firmanNya kepada penulis dan menggerakkannya untuk menulis.
Kadang-kadang Allah memberi firmanNya kepada seseorang dengan mula-mula mengkotbahkannya kemudian menggerakkannya untuk menulis. Hal ini terlihat pada Kitab-kitab Nabi, dan Surat-surat Paulus. Kadang-kadang Roh Kudus menyatakan secara langsung kepada penulis dan menyebabkan ia segera menulisnya. Hal ini terlihat dalam 10 Hukum Musa, beberapa bagian tulisan Paulus, dan Surat Wahyu. Kadang-kadang Roh Kudus menggerakkan penulis untuk menulis hal-hal yang telah diketahuinya (Matius, Lukas, Yohanes). Ketika Roh Kudus menghendaki penulis untuk menulis, Ia datang padanya dan menggerakkannya untuk menulis apa yang dikehendakiNya. Para penulis mendapat pengetahuan dan pengertian mengenai hal yang ditulisnya tetapi penulis hanya menulis melalui gerakan dan pimpinan Roh Kudus.

Innerancy Alkitab

INNERANCY ALKITAB
1. Definisi
Secara umum inerrancy berarti bebas dari kesalahan. Dalam lingkup Theologia, kata itu dipakai untuk menunjukkan keberadaan Alkitab, bahwa Alkitab itu bebas dari kesalahan. Alkitab bukan hanya diinspirasikan Allah saja. Tetapi ia juga bebas dari kesalahan dan tidak akan menyesatkan. E. J. Young menyatakan bahwa Alkitab memiliki suatu kualitas yang bebas dari kesalahan. Ia bebas dari kecenderungan untuk keliru dan tidak dapat bersalah. Henry C. Thiessen menunjukkan bahwa Alkitab tidak mempunyai kesalahan pada naskah aslinya. Sedangkan Ryrie membuktikan doktrin inerrancy Alkitab dengan sebuah silogisme. Ia menyatakan bahwa Allah adalah benar (Rom.3:4). Alkitab itu dinafaskan Allah (II Tim.3:16). Maka Alkitab adalah benar.
Di samping itu, inerrancy Alkitab menyatakan bahwa Alkitab mengajarkan kebenaran. Kebenaran dapat termasuk hasil penafsiran, kutipan, bentuk bahasa, dan perbedaan angka dari suatu peristiwa yang tidak menunjukkan kontrakdiksi. Pada Pertemuan Chicago di Bulan Oktober 1978, The International Council on Biblical Inerrancy menyatakan, “Alkitab tanpa salah dalam seluruh pengajaran, tidak mengurangi tindakan Allah dalam penciptaan, sejarah dunia, dan naskah asli.” Seperti diungkap oleh Thiessen, bahwa Alkitab itu tidak memiliki kesalahan pada naskah aslinya. Hal ini menunjukkan bahwa Inerrancy juga mengarah pada seluruh fakta yang terdapat dalam Alkitab. Alkitab menunjukkan seluruh kebenaran yang dapat berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu seperti sejarah, geografi, geologi dan ilmu pengetahuan yang lain.

2. Pandangan Terhadap Inerrancy Alkitab
Banyak sarjana-sarjana Alkitab yang menolak Inerrancy Alkitab. Mereka menilai bahwa Alkitab memiliki sisi yang tidak dapat dibenarkan atau menyatakan bahwa Alkitab kurang menunjukkan keakuratan. Seperti halnya S. Wismoady Wahono, yang menyatakan bahwa pandangan bahwa Alkitab adalah tepat dan tidak mengandung kesalahan, adalah anggapan yang sudah usang dan tidak relevan dengan perkembangan. Ia juga menyatakan bahwa mempelajari Alkitab harus dimulai dengan pertanyaan, “Apakah Alkitab itu catatan yang akurat?” Bahkan ia secara terang menyatakan, “Meskipun cara menulis dan mengutip yang demikian sangat dapat dipercaya, namun kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja tentu tak dapat dihindarkan. Di samping itu, naskah-naskah itupun sudah sering mengalami perubahan-perubahan yang dilakukan secara sengaja oleh para ahli kitab waktu itu. Tujuan perubahan itu adalah untuk memperbaiki teks yang menurut para ahli tersebut salah atau keliru.” Demikian juga dengan Harun Hadiwijono yang meragukan keabsahan Alkitab adalah firman Tuhan bahkan menunjukkan bahwa Alkitab memiliki kesalahan dengan menyatakan, “Bukan segala uraian yang diambil dari Alkitab adakah firman Tuhan. Uraian itu adalah firman Tuhan jika meneruskan kerygma atau berita yang benar dari Alkitab”. Pernyataan implisit Hadiwijono ini menjadi makin jelas ketika melihat pernyataannya dalam buku yang lain, “Di dalam memakai manusia sebagai alatNya tadi Roh Kudus bukanlah memakai manusia sebagai corong atau alat yang kosong yang kemudian diisi dengan firman Tuhan, melainkan manusia diberi kebebasan untuk bekerja sendiri, menentukan sendiri apa yang akan disaksikan, bagaimana akan disaksikan, maka hasil karya penyaksian manusia tadi juga menunjukkan sifat-sifat pekerjaan manusia dengan segala kelemahannya.”
Penolakan inerrancy Alkitab oleh sarjana-sarjana itu, biasanya, didasarkan pada beberapa anggapan, yaitu:
2.1. Kesalahan dapat mengajarkan kebenaran
Orang yang menolak inerrancy Alkitab beranggapan bahwa tidak terlalu penting bergantung pada akurasi Alkitab mengenai kronologi waktu, geografi, sejarah atau kosmologi. Penolakan inerrancy Alkitab didasarkan pada anggapan bahwa walaupun Alkitab itu salah, ia tetap dapat menyatakan kebenaran. Seperti dikatakan Wahono , “Banyak juga cerita dalam Alkitab yang sepintas kilas seperti tak mengandung nilai agama. Misalnya cerita tentang raja-raja yang dinobatkan, dibunuh, mati dan dikuburkan, cerita-cerita tentang tentara yang mempertahankan wilayah atau memperluasnya. Demikian pula cerita tentang pemberlakuan hukum, seperti yang termuat di dalam Kitab Keluaran dan Ulangan, sedikit sekali kena-mengenanya dengan soal rohani. Teguran-teguran para nabipun sedikit saja yang memberi bantuan kepada pembaca yang ingin memperoleh pedoman untuk ibadahnya. Dalam hal ini sebaiknya kita dengan jujur mengakui, bahwa memang banyak tembaga di antara emas.” Dengan demikian penolakan itu didasarkan pada lebih pentingnya makna dari pada keakuratan kalimat-kalimat itu sendiri. Namun, inerrancy Alkitab tak dapat ditolak dengan dasar itu. Semua yang tertulis dalam Alkitab memiliki jalinan yang erat antara hal-hal yang bersifat profan dan hal yang non profan. Jalinan yang erat itu memiliki makna theologia yang merupakan kebenaran atau berkaitan dengan kebenaran itu. Misalnya, sejarah Adam dan Hawa dalam Kejadian 1 dan 2 merupakan hal yang penting karena Paulus melukiskan suatu analogi antara Adam dan Kristus dalam Roma 5:12-21. Jika sejarah Adam tidak diakui maka analogi itu tidak dapat diterima. Kronologi silsilah Yesus dalam Matius 1 merupakan bagian yang penting dan bukan sekedar informasi. Silsilah ini memberi makna penting untuk menerangkan silsilah Yesus. Jika silsilah ini tidak akurat, apakah dapat berbicara mengenai kisah kehidupan Yesus? Oleh sebab itu, keakuratan data-data dalam Alkitab memiliki kedudukan penting yang berkaitan langsung dengan kebenaran. Ia tidak dapat diabaikan karena pengabaian terhadapnya akan mengganggu kebenaran itu sendiri. Jika Alkitab tidak dapat dipercaya data-data sejarah, kronologi, geografi atau yang lain, maka ia tidak dapat dipercayai beritanya.
2.2. Keraguan terhadap Sifat Allah
Penolakan terhadap inerrancy Alkitab juga didasarkan pada keraguan terhadap sifat Allah. Mereka menolak Alkitab sebagai karya Roh Kudus, dan hanya menerima sebagai kitab biasa yang ditulis manusia yang dapat berbuat salah. Bahkan Wahono menganggapnya sebagai perpustakaan yang dikumpulkan dengan pemilihan yang sembarangan (asal pilih). Anggapan bahwa Alkitab tidak diilhamkan Allah, memberi indikasi bahwa sifat Allah diragukan. Alkitab merupakan hasil dari ilham Allah (2 Tim.3:16), dan diawasi oleh Roh Kudus (2 Pet.1:21). Jika Alkitab dianggap memiliki kesalahan, berarti Allah dapat berbuat salah, dan Allah bersalah.
2.3. Perbedaan dalam Alkitab.
Penolakan inerrancy Alkitab selalu dibarengi dengan daftar perbedaan pada bagian-bagian Alkitab. Mereka menentukan bagian ini benar dan bagian yang lain salah, atau dengan menentukan bagian yang benar di antara dua bagian itu. Misalnya, kisah-kisah dalam Injil Sinoptik yang sama, dinilai salah satu pasti salah tulis atau salah satu benar. Hal ini menimbulkan pertanyaan, “Kriteria apa yang dipakai untuk menentukan pemisahan bagian yang salah dan benar? Siapa yang membagi batasan antara yang salah dan benar?”

3. Penjelasan Doktrin Inerrancy Alkitab
Pada bagian sebelumnya telah diketahui bahwa Wahyu khusus dinyatakan dalam dua bentuk yakni melalui inkarnasi Kristus dan pewahyuan Alkitab. Dalam kedua bentuk wahyu khusus ini memiliki kesamaan, bahwa keduanya tidak memiliki cacat dan cela. Inkarnasi Yesus diwujudkan melalui manusia yakni orang tua dan Roh Kudus berada dibalik karya itu. Wahyu khusus melalui inkarnasi Kristus ini menghadirkan Tuhan Yesus yang tidak bercela dalam arti tidak berdosa (Ibr.4:15). Sedangkan Wahyu Khusus melalui Alkitab diwujudkan melalui seorang penulis dan Roh Kudus yang mengawasi. Wahyu ini menghasilkan Alkitab yang tidak bercela dalam arti tidak memiliki kesalahan.
Doktrin inerrancy Alkitab memiliki beberapa dalil, yaitu:
3.1. Inerrancy tidak berarti keseragaman
Injil Yohanes ditulis dalam bentuk yang sederhana dari seorang nelayan. Lukas telah menulis dengan perbendaharan kata yang kaya dari seorang yang berpendidikan. Rasul Paulus menuliskan suratnya untuk merefleksikan suatu logika. Perbedaan bentuk penulisan tidak berarti Alkitab memiliki kemungkinan itu melakukan kesalahan atau dalam Alkitab terdapat kesalahan. Seluruh perbedaan bentuk itu tidak bertentangan dengan inerrancy itu sendiri.
3.2. Inerrancy tidak berarti kesamaan penjelasan dalam peristiwa yang sama.
Ini terlihat secara nyata dalam Kitab-kitab Injil khususnya Injil Sinoptik. Hal penting yang harus diingat bahwa Yesus berbicara dalam bahasa Aramik dan penulis Alkitab menulis dalam bahasa Yunani. Hal ini menunjukkan bahwa para penulis itu menerjemahkan perkataan Yesus itu dalam bahasa Yunani. Seorang penulis mungkin menggunakan suatu istilah tertentu yang berbeda dengan penulis yang lain tetapi memiliki kesamaan arti. Seorang penulis mungkin memiliki titik tolak yang berbeda dengan penulis yang lain yang bukan menunjukkan perbedaan tetapi akurasi penulisan.
3.3. Inerrancy tidak menuntut keharafiahan.
Pada zaman purbakala, Alkitab tidak menunjukkan keharafiahan dari suatu laporan penulisan. Suatu catatan yng harafiah tidak dituntut pada setiap penulis Alkitab. Hal ini didasarkan pada beberapa hal, yakni: pertama, Penulis melakukan penerjemahan terhadap perkataan Yesus dari Bahasa Aram ke Bahasa Yunani; ke dua, Kutipan Teks Perjanjian Lama tidak mungkin di sajikan secara harafiah karena terlalu panjang; dan ke tiga, Gulungan Alkitab tidak didapatkan dengan lengkap sebab itu Perjanjian Lama dicatat dengan bebas.
3.4. Inerrancy tidak berarti tata bahasa harus benar
Peraturan tata bahasa Ingris tidak dapat diterapkan pada Alkitab. Sebagai contoh, Yohanes 10:9, Yesus menyatakan, “Akulah pintu”. Pada ayat 11, Ia menyatakan, “Akulah gembala yang baik”. Dalam tata bahasa Inggris, perkataan itu dianggap metafor yang tumpang-tindih. Tetapi dalam tata bahasa Yunani atau Ibrani, hal itu tidak menjadi persoalan. Dalam Yohanes 14:26, Yesus menunjuk pada Roh dalam kata Pneuma yang bertenses neuter dan menunjuk Roh sebagai “He” (Ekeinos yang bertenses maskulin). Tata bahasa semacam ini menimbulkan permasalahan jika dilihat dari “kacamata” tata bahasa Inggris. Tetapi dalam Bahasa Yunani, hal itu tidak masalah.
3.5. Inerrancy tidak dipengaruhi pemecahan masalah.
Alkitab tidak mungkin menunjukkan jalan ke luar untuk semua masalah. Dalam beberapa kasus, pemecahannya ditemukan dalam penggalian arkeologi, dan dalam kasus lain terkuak dalam penyelidikan bahasa. Pada kasus yang lain, masalah itu belum terpecahkan. hal itu dapat dipakai sebagai dasar untuk menunjukkan kontradiksi dalam Alkitab atau kesalahan pada Alkitab. Jika Alkitab diilhamkan Allah, maka seluruh Alkitab tidak memiliki kesalahan. John R. W. Stott berkata, “Apa yang akan kita lakukan dengan adanya masalah? Menerima asal Ilahi Alkitab bukan berarti berpura-pura tidak ada masalah. Haruskah kita membuang kepercayaan kita karena kita belum berhasil memecahkan semua masalah?” Dengan pertanyaan yang sama, “Apakah Alkitab dianggap bersalah hanya karena kita belum berhasil menjawab semua permasalahan dalam Alkitab? Tentu tidak! Ketidak bersalahan Alkitab tidak dipengaruhi oleh keterbatasan manusia dalam memahami Alkitab.
3.6. Inerrancy menuntut laporan yang tidak diajarkan dengan salah atau diajarkan secara bertentangan.
Semua pernyataan Alkitab ditulis dalam keserasian. Pernyataan yang mendetail itu mungkin berubah-ubah tetapi ia merefleksikan keberadaannya. Misalkan, Matius 8:5-13 yang mencatat bahwa perwira datang pada Yesus dan berkata, “Aku tidak layak”. Pada Lukas 7:1-10 yang sejajar dengan bagian itu, menunjukkan bahwa tua-tua datang dan berkata mengenai perwira, “Ia layak”. Hal itu terlihat bahwa tua-tua itu datang yang pertama dan berkata kepada Yesus. Kemudian perwira itu datang sendiri. Keduanya bukan merupakan bagian yang bertentangan tetapi menunjukkan keserasian bahkan kelengkapan.
3.7. Inerrancy tak dapat dipisahkan dengan infallibility
Infallibility berarti tidak menjatuhkan atau sering diterjemahkan tidak menyesatkan. Inerrancy tidak dapat dipisahkan dengan infallibility. ketika Alkitab dinyatakan tak bersalah, maka pada saat yang sama ia menunjukkan bahwa Alkitab tidak menjatuhkan atau menyesatkan. Sebaliknya, ketika Alkitab dinyatakan infallibility, maka pada saat yang sama ia harus diakui inerrancynya. W. C. G. Proctor menyatakan bahwa infallibility berkaitan dengan kewibawaan dan keaslian Alkitab. Alkitab itu berwibawa karena ia tidak bersalah dan tidak menyesatkan. Alkitab memang berasal dari Allah karena Allah tidak pernah bersalah dan tidak pernah menyesatkan. Oleh sebab itu, antara Innerancy dan Infallibility tidak dapat dipisahkan.

Kanonisasi Alkitab

KANONISASI ALKITAB

1. Definisi

Istilah kanon berasal dari kata Yunani “Kanon” yang berarti sebatang tongkat, penggaris, atau kayu penggaris. Kata Yunani itu kemungkinan berasal dari Kata Ibrani “Kaneh” yang juga berati kayu pengukur. Istilah “kanon” dipakai oleh Ilmu Theologia untuk menyebutkan peraturan iman dan tulisan yang memenuhi standar. Dalam kaitan dengan Alkitab, kata ini dipakai pertama kali dipakai oleh Athanasius yang mengartikan dari dua sudut, yaitu aktif yang berarti standar; dan pasif yang berarti kanonisasi, pengenalan dan penerimaan gereja terhadap sebuah kitab sebagai firman Allah. Maka kanon Alkitab berarti kitab-kitab yang diterima, yang mencapai standar yang seharusnya sebagaimana Alkitab dan yang sebenarnya adalah firman Allah. Jika Alkitab diinspirasikan Allah. Maka timbullah pertanyaan, “Kitab mana yang diinspirasikan?

2. Kanon Perjanjian Lama.

Kitab-kitab mana yang dapat dikategorikan sebagai kanon Perjanjian Lama? Gereja Roma Katolik menyatakan bahwa semua kitab yang gereja telah nyatakan menjadi kitab yang suci, diterima menjadi kanon Perjanjian Lama. Oleh sebab itu, Gereja Roma Katolik mengakui 53 kitab sebagai kanon Perjanjian Lama ditambah dengan beberapa kitab apokripha. Gereja Kristen tidak menerima 53 kitab tetapi 39 kitab sama seperti Orang Yahudi. Hal ini didasarkan pada pengakuan Kristus dan Para Rasul yang hanya mengakui 39 kitab sebagai kanon Perjanjian Lama. Pengakuan itu juga didasarkan pada dua dasar, yaitu: pertama, Banyak kitab dalam Perjanjian Lama yang dikutip sebagai firman Tuhan, pemberian Roh Kudus, atau Roh Kudus mengatakan untuk mengucapkan apa yang telah dicatat. Ke dua, Kristus dan Para rasul menunjuk tulisan suci dari Orang Yahudi sebagai firman Tuhan.
Teks Masoret menyebut 39 kitab Perjanjian Lama dalam tiga kategori, yaitu: Hukum (Kitab Musa), Nabi (Yosua, Hakim-hakim, 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-raja, Kitab Nabi Besar dan kecil), dan Syair (Mazmur, Amsal, Kidung Agung, Ruth, Ratapan, Pengkotbah, Ester, Daniel, Ezra, Nehemia, dan 1 dan 2 Tawarikh). Josephus (37-95 AD), Bishop Melito dari Sardis (170 AD), dan Tertulian (160-250 AD) juga menerima tiga bagian dari Perjanjian Lama. Menurut Miriam Santoso, “Seluruh Kitab Perjanjian Lama mungkin telah lengkap pada zaman Ezra.”

3. Kanon Perjanjian Baru
Gereja Katolik dan Kristen mengakui 27 kitab yang diinspirasikan Allah. Menurut Charles Hodge, “Prinsip penetapan 27 kitab itu sangat mudah. Hanya kitab yang terbukti ditulis oleh Para Rasul atau yang setuju dengan berita Para Rasul, yang diakui sebagai Kitab yang diinspirasikan Allah”. Pengakuan 27 kitab sebagai kanon Perjanjian Baru mempunyai beberapa latar belakang, yaitu: pertama, Tulisan-tulisan palsu yang menyerang tulisan yang asli. Misalnya, Marcion yang menolak Perjanjian Lama dan sebagian tulisan Perjanjian Baru dari Surat-surat Paulus bahkan ia mengubah Injil Lukas dengan memasukkan doktrin-doktrinnya. Ke dua, Isi tulisan Perjanjian Baru diuji keasliannya dan dipilih hingga akhirnya diakui sebagai kanon Perjanjian Baru. Ke tiga, Tulisan-tulisan rasul yang dipergunakan dalam kebaktian, dan dipakai untuk mengajar serta menjadi ukuran theologia dan etika melatar belakangi pengakuan kitab-kitab dalam kanon Perjanjian Baru. Ke empat, Penganiayaan Kaisar Diocletian (303 AD) telah menyebabkan seluruh kitab suci dibakar dan memaksa gereja untuk memilih, meneliti dan menetapkan kanon Perjanjian Baru. Ke lima, Perkembangkan gereja yang telah menyebar di berbagai tempat dan akan terus berkembang ke berbagai wilayah, menuntut kelengkapan Alkitab guna memudahkan penerjemahan Alkitab dalam berbagai bahasa.
Pada abad ke dua, kanon Perjanjian Baru telah lengkap. Teks Perjanjian Baru dalam Bahasa Syiria pada abad 2 memperlihatkan seluruh kanon Perjanjian Baru kecuali 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes, Yudas, dan Wahyu. Justin Martyr tahun 140 AD menerima semua kitab Perjanjian Baru kecuali Filipi dan I Timotius. Kanon Muratorian pada tahun 170 AD memuat seluruh Kitab Perjanjian Baru kecuali Ibrani, 1 dan 2 Petrus. Pada tahun yang sama, Irenaeus, murid Polikarpus, menerima semua kitab Perjanjian Baru kecuali Filemon, Yakobus, 2 Petrus dan 3 Yohanes. Tahun 206 Kodex Borococcio memuat seluruh Perjanjian Lama dan Baru kecuali Kitab Ester dan Wahyu. Pada tahun 230 AD, Origen menulis daftar kitab-kitab Perjanjian Baru yakni: 4 kitab Injil, Kisah Para Rasul, 13 Surat Paulus, I Petrus, I Yohanes dan Wahyu. Ia tidak menerima Ibrani, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes, Yakobus dan Yudas. Pada abad 4, Eusebius menyebut semua kitab Perjanjian Baru kecuali Yakobus, Yudas, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes. Tahun 367 AD, Festal Letter yang ditulis Athanasius mencantumkan 27 kitab Perjanjian Baru. Demikian juga dengan Jerome dan Agustinus. Akhir gereja mengakui 27 kitab sebagai kanon Perjanjian Baru dan 39 Kitab sebagai kanon Perjanjian Lama setelah terjadi Konsili Hippo tahun 393 AD, Konsili Carthage pertama tahun 397, dan Konsili Carthage ke dua tahun 419 AD.

4. Prinsip Kanonisasi
Dalam menentukan kitab-kitab yang termasuk kanon Alkitab, bukan semua kitab yang dimasukkan dalam kanon walaupun kitab tersebut memiliki beberapa faktor, seperti: pertama, faktor usia. Kitab yang termasuk kanon bukan kitab-kitab yang tua atau kuno. Misalnya Kitab peperangan Tuhan (Bil.21:14) dan Kitab orang jujur (Yos.10:13). Ke dua, faktor bahasa. Banyak kitab yang ditulis dalam bahasa Ibrani, tetapi tidak semua kitab yang berbahasa ibrani dikategorikan sebagai kanon. Misalnya, kitab-kitab apokripha. Ke tiga, faktor Taurat. Kitab yang menyebut atau yang setuju dengan Taurat, tidak otomatis dimasukkan dalam kanon. Misalnya Tulisan Elia (II Taw.21:12) dan Tulisan Ido (II Taw.12:15). Ke empat, faktor agama. Tidak semua kitab yang membicarakan hal-hal keagamaan atau yang rohani, dimasukkan dalam kanon Alkitab. Misalnya, Ecclesiasticus.
Dalam melakukan pemilihan, penyelidikan dan penetapan kitab-kitab yang termasuk kanon, Bapa-bapa gereja menggunakan beberapa prinsip, yaitu: pertama, Kerasulan. Bapa-bapa gereja mendasarkan penetapan kanon Alkitab dengan mempertanyakan, “Apakah penulisnya adalah rasul atau orang yang berhubungan dengan rasul? Misalnya, Markus, Yakobus, Yudas, dan Lukas. Ke dua, Penerimaan. Bapa gereja juga mempertanyakan, “Apakah kitab itu diterima sebagian besar gereja? Ke tiga, Keilahian. Bapa gereja mendasarkan pilihan pada kitab-kitab yang diilhamkan Allah, ditulis oleh orang pilihanNya, dan memiliki kuasa Allah. Ke empat, Isi. Bapa gereja selalu mempertanyakan isi kitab itu. Apakah kitab itu merefleksikan doktrin yang konsisten? Ke lima, Inspirasi. prinsip ke lima merupakan prinsip yang utama. Apakah kitab itu merefleksikan inspirasi yang berkualitas? Dalam pemilihan, penyelidikan dan penetapan kitab kanon, para bapa gereja tidak menciptakan suatu kanon, tetapi ia mengakui dan mendefinisikannya. Mereka menerima pimpinan Roh Kudus untuk menemukan kitab-kitab yang termasuk kanon Alkitab.

Transmisi Alkitab

T R A N S M I S I A L K I T A B

1. Pengertian

Pada dasarnya transmisi bukan istilah Alkitab. Istilah “transmisi” banyak digunakan dalam lingkup alat telekomunikasi khususnya televisi dan radio. Kata “transmisi” sendiri berarti penyebaran. Istilah ini dipakai dalam bidang theologia, untuk menunjukkan penyebaran Alkitab melalui penerjemahan Alkitab. Transmisi Alkitab merupakan rantai penghubung antara wahyu yang diinspirasikan Allah kepada manusia dalam naskah asli Alkitab sampai pada Alkitab dalam berbagai bahasa di dunia. Naskah asli Alkitab tidak kita miliki lagi. Pada hari ini, kita hanya memiliki salinan dari naskah asli itu. Bahkan salinan yang tertua juga bukan salinan langsung dari naskah asli. Dalam salinan-salinan itu, kita mengakui adanya perbedaan antara salinan yang satu dengan salinan yang lain. Maka timbullah dua pertanyaan, yakni: pertama, Bagaimana Alkitab yang kita miliki sekarang, dapat diakui otoritasnya? Alkitab yang kita miliki saat ini, tetap dapat diakui otoritasnya karena Tuhan Yesus mengakui Perjanjian Lama yang juga merupakan salinan; dan gereja mengakui Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru walau keduanya adalah salinan. Ke dua, apakah salinan itu juga diinspirasikan Allah? Inspirasi memang tidak sama dengan transmisi. Inspirasi berkaitan langsung dengan wahyu yang dituliskan (naskah asli) sedangkan transmisi berhubungan dengan penyalinan atau penerjemahan wahyu Allah itu.

2. Sejarah Transmisi dan Penerjemahan Alkitab
Sejarah transmisi Alkitab diawali dari penyalinan naskah asli Alkitab. Hasil salinan naskah asli itu disebut naskah salinan yang paling kuno. Naskah ini terdiri dari P 52 yang disebut juga John Rylands Fragment (117-138 AD); P 45, P 46, dan P 47 yang disebut Chester Beatty Papyri (250 AD); P 66, P 72 dan P 75 yang disebut Bodmer Papyri (P 66 tahun 200 AD; P 72 abad 3; dan P 75 tahun 175-225 AD); Codex Vaticanus tahun 325 - 350 AD; Codex Sinaiticus tahun 340 AD yang sekarang berada di Museum Inggris; dan Codex Alexandrius tahun 450 AD. Di samping naskah salinan yang paling kuno, kita juga memiliki naskah versi kuno yaknI: Naskah Perjanjian Lama Versi Yunani yang terdiri dari Septuaginta (285 BC), Versi Aquila (130-150 AD), Revisi Theodotion (150-185 AD), Revisi Symmachus (185-200 AD), dan Hexapla Origen (240-250 AD); The Samaritan Pentateukh yang hanya merupakan bagian-bagian naskah Perjanjian Lama; Naskah Syria atau Peshito antara abad 2-3 AD; Versi Koptik yang terdiri dari dua yakni Sahidic merupakan dialek Koptik yang dipakai di Mesir bagian selatan, dan Bohairic atau Memphic yang merupakan dialek Koptik yang dipakai di Mesir bagian utara atau di Delta Sungai Nil); The Old Latin sebelum 200 AD; Versi Vulgate yang dikerjakan oleh Jerome pada tahun 382 AD sampai 405 AD). Kemudian lahirlah Alkitab versi Bahasa Inggris yakni: Pertama, Versi John Wycliffe. John Wycliffe menerjemahkan Perjanjian Baru dalam bahasa Inggris tahun 1380. Setelah wafat, teman-temannya menyelesaikannya pada tahun 1388 termasuk Perjanjian Lama. Versi ini didasarkan pada Vulgate. Ke dua, Versi William Tyndale. Ia menerjemahkan Alkitab dalam suasana penganiayaan sehingga ia tidak dapat menerjemahkan Alkitab di tempat tinggalnya, Inggris. Bahkan ia mati sahid sebelum ia menyelesaikan seluruh Perjanjian Lama. Ia menyelesaikan Pentateukh tahun 1530 dan Perjanjian Baru tahun 1525. Tyndale mendasarkan penerjemahannya pada Versi Greek Erasmus. Hasil terjemahan Tyndale dipakai sebagai dasar dari Revisi Authorized Version. Ke tiga, Versi Miles Coverdale. Ia adalah sahabat Tyndale, yang mempersiapkan dan menerbitkan Alkitab pada tahun 1535. Ia mempersembahan hasil karyanya pada Raja Henry VIII. Terjemahan Perjanjian Barunya didasarkan pada terjemahan Tyndale dan versi latin. Ke empat, Versi Thomas Matthew. Versi ini disebut Matthew’s Bible yang menurut para sarjana dianggapk sebagai karya John Rogers. John Rogers adalah teman dekat Tyndale. Karyanya merupakan campuran dari versi Tyndale dan Coverdale. Ke lima, The Great Bible. The Great Bible adalah Alkitab versi Inggris yang penerjemahannya didasarkan pada Matthew Bible’s, Coverdale, dan Tyndale. Ke enam, The Geneva Bible. Versi ini dikerjakan oleh sarjana-sarjana Inggris yang melarikan diri dari Inggris karena penganiayaan Ratu Mary. Alkitab versi ini merupakan revisi dari The Great Bible. Ke tujuh, The Bishop Bible. Versi ini dikerjakan di bawah pimpinan Archbishop dari Canterbury di masa pemerintahan Ratu Elizabeth (1568). Versi ini banyak dipakai oleh rohaniawan dan merupakan revisi dari The Great Bible. Ke delapan, The Duoay Bible. Versi ini adalah versi Gereja Roma Katolik dari Vulgate. Perjanjian Baru diterbitkan di Rheims tahun 1582, dan Perjanjian Lama di Duoay tahun 1609-1610. Versi ini dipakai oleh Gereja Roma Katolik. Ke sembilan, The King James Version. Versi ini disebut juga Authorized Version (1611). Penerjemahan versi ini dikerjakan oleh 47 sarjana di bawah perintah Raja James I dari Inggris. Dasar utama versi ini adalah Bishop Bible, naskah Ibrani dan Yunani; dan beberapa terjemahan lainnya. Versi ini bukan merupakan revisi tetapi terjemahan baru yang dipakai di negara Inggris dan jajahannya selama 3 abad. Ke sepuluh, The Revised Version. Revised Version dikerjakan oleh sarjana Inggris dan Amerika tahun 1881 dan 1885. Versi ini menggunakan naskah-naskah salinan kuno yang baru ditemukan. Ke sebelas, The American Standard Version. Versi ini didasarkan pada English Revised Version tahun 1900-1901). Ke duabelas, The Revised Standard Version dikerjakan oleh 22 sarjana yang merupakan revisi dari Authorized Version (1946). Ke tigabelas, The New English Bible. General Assumbly of Church Skotlandia mengerjakan suatu versi baru dan dipersembahan pada Ratu Elizabeth II tahun 1961. Ke empatbelas, The New International Version. Alkitab ini merupakan terjemahan baru dalam Bahasa Inggris yang dikerjakan 100 sarjana dari berbagai negara dan denominasi gereja dan dikerjakan selama 10 tahun.

3. Bahasa Alkitab
Dalam menyatakan wahyu khususnya, Allah menggunakan bahasa. Allah memang dapat menggunakan media seperti mimpi, malaikat, suara, para nabi atau penglihatan. Tetapi Allah menggunakan media tulisan karena beberapa alasan, yakni: pertama, Ketepatan. Suatu pemikiran akan lebih tepat dan tidak menjadi kabur ketika pemikiran itu disajikan dalam bahasa lisan ataupun tulisan. Demikian juga Allah, Ia menggunakan bahasa tulisan untuk menyatakan DiriNya agar manusia menjadi jelas dan tidak disalah mengerti. Ke dua, Kemapanan. Wahyu ini bukan diperuntukan manusia pada zaman dan tempat tertentu melainkan untuk seluruh manusia di dunia. Maka Allah menggunakan bahasa tulisan agar wahyu itu tidak mengalami perubahan tetapi memiliki kemapanan. Dengan demikian, Alkitab memang tidak harus berbahasa tertentu. Ia terbuka untuk berbagai bahasa di dunia. Ke tiga, Kekuatan mengingat. Daya ingat manusia memang tidak dapat diandalkan. Ketika manusia menjadi tua, maka daya ingat akan berkurang. Maka Allah menggunakan media tulisan agar manusia dapat selalu mengingat penyataan Allah.
3.1. Bahasa Perjanjian Lama
Sebagian besar, Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. Perjanjian Lama tidak menyebutnya sebagai bahasa Ibrani tetapi bahasa Yehuda (Yes.36:11), bahasa Yahudi (Neh.13:24) atau bahasa Kanaan (Yes.19:18). Istilah “bahasa ibrani” justru disebutkan oleh Perjanjian Baru (Wah.9:11; 16:16). Bahasa Ibrani termasuk dalam kelompok bahasa Semitik yaitu bahasa yang dipakai oleh orang-orang keturunan Sem. Bahasa ini berkembang dari salah satu dialek dari bahasa asli keturunan Sem. Ketika keturunan Sem mulai berpencar maka bahasa asli keturunan Sem mengalami perubahan dan dialek-dialek itu menjadi bahasa tersendiri. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan dan perubahan bahasa itu adalah faktor geografis. Maka keturunan Sem dapat dikelompokkan dalam empat kelompok, yakni: Pertama, Bagian Utara. Kelompok bagian utara ini terdiri dari Bahasa Amori dan Bahasa Arami (Syria). Bahasa Arami dipakai dalam Perjanjian Lama misalnya Kejadian 10:22; Daniel 2:4-7:28. Ke dua, Bagian Selatan. Kelompok ini terdiri dari Bahasa Arab dan Bahasa Ethiopia (Kusy) yang tidak dipakai dalam Alkitab. Ke tiga, Bagian Timur. Kelompok ini dikenal dengan Bahasa Akkadian. Bahasa ini merupakan bahasa yang digunakan di Asia Barat Daya pada zaman Kerajaan Babel Kuno dan Asyur. Bahasa ini juga tidak dipakai dalam Alkitab. Ke empat, Bagian Barat Laut. Kelompok ini terbagi dalam empat dialek yakni: Ugarit yang merupakan bahasa orang Kanaan dan tidak dipakai dalam Alkitab; Feniki yang tidak dipakai dalam Perjanjian Lama tetapi Bahasa ini disebut-sebut dalam Perjanjian Lama (Kej.10:8-12; I Raj.5:6; Neh.13:16; Yeh.27:9; dan Zef.1:11); Moab dan Amon yang merupakan bahasa keturunan Lot yang tidak dipakai dalam Alkitab; dan Ibrani. Bahasa Ibrani adalah dialek dari kelompok ke empat yang masih hidup sampai saat ini. Bahasa Ibrani yang tertua adalah Bahasa Ibrani Perjanjian Lama. Sedangkan sejak abad 18, Bahasa Ibrani Modern mulai digunakan.
Bahasa Ibrani adalah bahasa yang tepat untuk menceritakan sejarah umat Allah dan perbuatan-perbuatan Allah di antara umatNya. Hal ini disebabkan oleh beberapa sebab, yakni: pertama, Bahasa Ibrani merupakan bahasa ilustrasi atau bahasa grafik yang berkata-kata dengan hidup, kaya dengan kiasan dan menantang serta mendramatisasikan kisah-kisahnya. Dalam Perjanjian Lama, kita banyak menjumpai hikayat dan kisah, maka bahasa Ibrani sangat tepat untuk memaparkannya. Ke dua, Bahasa Ibrani merupakan bahasa pribadi. Bahasa ini lebih ditujukan kepada hati dan emosi manusia daripada akal dan rasio manusia.
3.2. Bahasa Perjanjian Baru
Perjanjian Baru dinyatakan Allah untuk seluruh bangsa seperti ungkapan Simeon ketiba berjumpa dengan Yesus (Luk.2:30-32). Perjanjian Baru memakai bahasa Yunani yang merupakan bahasa populer dan dikenal banyak bangsa pada zaman itu. Ada beberapa fase perkembangan bahasa Yunani, yakni: Homeric merupakan bahasa Yunani Kuno; Attic merupakan bahasa Yunani yang dipakai oleh Penduduk Pedalaman Yunani terutama daerah Attica yang dekat dengan Atena; Koine disebut juga Koine Dialektos atau Hellenistic Greek atau Yunani Umum yang dipakai dibanyak wilayah; Byzantine merupakan bahasa Yunani yang dikap[ai pada zaman Kerajaan Byzantine; dan Bahasa Yunani Modern yang dipakai oleh Orang Yunani zaman ini. Bahasa Yunani Perjanjian Baru adalah Bahasa Yunani Umum (Koine). Allah menggunakan Bahasa Yunani Umum karena beberapa alasan, yakni: pertama, Bahasa Yunani Umum adalah bahasa pendidikan dan kebudayaan. Bahasa ini merupakan bahasa pikiran. Hal ini sesuai dengan Perjanjian Baru yang banyak menyatakan pemikiran dan konsep. Ke dua, Bahasa Yunani Umum lebih dapat menyatakan kebenaran Allah melalui bentuk komunikasi yang lebih sederhana. Ke tiga, Bahasa Yunani Umum memiliki ketepatan teknis dalam menggunakan istilah. Ke empat, Bahasa Yunani Umum merupakan bahasa universal yang memudahkan banyak bangsa pada zaman itu untuk memahami kebenaran Allah serta memudahkan pewartaan Injil.

4. Penyalinan Naskah Alkitab
4.1. Penyalinan Perjanjian Lama
Kita tidak dapat mengetahui dengan pasti permulaan penyalinan naskah Perjanjian Lama. Hanya menurut tradisi, pada zaman Samuel dimulai pembuatan salinan-salinan naskah. Namun tradisi itu dapat dipercaya karena zaman Samuel telah berdiri sekolah-sekolah nabi yang pasti membutuhkan salinan-salinan naskah Perjanjian Lama. Penyalinan itu sendiri terbagi dalam dua kelompok, yakni:
4.1.1. The Synagogue Rolls
Salinan ini khusus dipakai di rumah-rumah sembayang dan dianggap salinan suci yang terdiri dari Pentatukh, Kitab Nabi dan Tulisan. Dalam menyalin salinan ini, orang yahudi memiliki peraturan yang ketat. Samuel Davidson dalam bukunya “The Hebrew Text of The Old Testament, mencatat peraturan yang ditetapkan orang yahudi dalam menyalin salinan ini. 1) Kulit binatang yang dipakai harus tanpa cacat. 2) Kulit tersebut disambung satu dengan lainnya dengan benang dari binatang halal. 3) Setiap kulit harus terdiri dari sejumlah kolom tertentu. 4) Tiap panjang kolom tidak boleh kurang dari 48 baris dan tidak boleh lebih dari 60 baris. 5) Tinta yang dipakai harus hitam dan dibut menurut resep khusus. 6) Contoh naskah yang disalin harus memenuhi standar sebagai contoh, model atau pola yang patut ditiru. 7) Penyalin harus menyalin tanpa menyimpang. 8) Tidak boleh sebuah kata atau huruf bahkan satu iota ditulis berdasarkan ingatan tanpa melihat contoh di hadapannya. 9) Antara tiap konsonan diberi spasi selebar rambut atau benang. 10) Antara tiap paragraf diberi spasi 9 konsonan. 11) Antara tiap kitab diberi spasi 3 baris. 12) Huruf terakhir dari Kitab ke lima Musa harus berakhir tepat pada ujung baris. 13) Waktu menyalin naskah, penyalin harus memakai pakaian tradisional yahudi. 14) Penyalin harus membasuh diri sebelum menyalin. 15) Waktu menulis Nama Allah, tidak boleh memakai pena yang baru dicelup tinta. 16) Waktu ia menulis Nama Allah, meski raja memanggil, tak perlu ia memperdulikan.
Selain peraturan tersebut, untuk menjaga agar tidak terjadi kesalahan pada salinan, orang yahudi memiliki sistim pengujian yakni dengan menghitung jumlah huruf tertentu yang terdapat dalam kitab Perjanjian lama; dan mereka menunjukkan huruf-huruf yang harus ada tepat di tengah-tengah tiap baris salinan dari tiap Kitab. Di samping itu, dalam penyalinan apabila terdapat kesalahan tulis kata, huruf dan iota serta tanda baca, maka seluruh naskah itu harus dimusnahkan dengan jalan dibakar.
4.1.2. The Private Copies
Salinan ini adalah salinan pribadi yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Salinan ini sering disebut salinan umum. Salinan ini tidak memiliki aturan ketat dalam penyalinannya. Tetapi salinan ini tetap dibuat dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi. Salinan ini sering diberi catatan atau tafsiran. Salinan ini juga tidak diwajibkan menggunakan tinta jenis dan warna tertentu. Ia juga tidak diwajibkan menggunakan kulit binatang dengan ukuran tertentu.
4.1.3. Naskah Perjanjian Lama
Setelah zaman Talmudic (300 BC - 500 AD), mulailah zaman masoretic (500 - 1000 AD). Kata “masoretic” berasal dari kata Ibrani “masorah” yang berarti tradisi. Penyalinan naskah Alkitab di zaman ini dilakukan dengan menyelidiki dan mengedit naskah-naskah Perjanjian Lama dengan memegang dari sudut pandang tradisi yang berotoritas. Hasil pekerjaan ini adalah sebuah naskah yang disebut Naskah Masoretes. Naskah Masoretes yang terpagi, berasal dari salinan tahun 916 AD. Naskah ini dsiebut Kodex nabi-nabi dari Leningrad yang berisi Kitab-kitab nabi akhir.
Sampai hari ini, kita memiliki beberapa naskah Perjanjian Lama, yaitu: Pertama, Kodex Perjanjian Lama dari Leningrad. Kodex ini adalah naskah salinan dari tahun 1008 AD. Sebagian naskah ini adalah koleksi Firkowitsch yang dibawa dari Crimea ke Royal Library di Leningrad. Naskah ini disalin dari kodex yang disiapkan oleh Rabi Aaron ben Moses ben Asher sebelum tahun 1000 AD. Naskah ini ditulis pada Vellum dan sudah memakai huruf hidup dan logat. Ke dua, The Aleppo Codex. Naskah ini berasal dari tahun 930 AD. Ia diselamatkan dari sebuah rumah sembayang yang terbakar di Aleppo pada tahun 1948. Kemudian menghilang dan diperkirakan musnah terbakar. Tetapi pada tahun 1958, Israel mengumumkan bahwa naskah tersebut telah selamat berada di Israel. Kodex ini sudah diperbaiki dari salinan sebelumnya dan telah diberi titik oleh Aaron ben Asher. Ke tiga, The British Museum Codex. Kodex berasal dari tahun 950 AD dan hanya berisi Kejadian 39:20 sampai Ulangan 1:33. Ke empat, Kairo Codex. Kodex ini berasal dari tahun 895 AD yang berisi kitab nabi permulaan (Yosua, Hakim-hakim, Samuel dan Raja-raja) dan kitab nabi akhir (Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan 12 nabi kecil). Ke lima, Cairo Geniza Fragments. Naskah-naskah ini berasal dari abad 6-9 AD yang ditemukan pada tahun 1890 ketika terjadi pembangunan kembali sebuah rumah sembayang di Cairo, Mesir. Naskah ini tersebut di beberapa musuem seperti Bristish Musuem, Oxford, dan Cambridge. Ke lima, Qumran Text. Teks Qumran ditemukan pada tahun 1947 oleh seorang anak gembala di salah satu gua yang banyak terdapat di tebing sebelah barat Laut Mati. Pada tahun 1949, berita penemuaan itu menyebar sehingga dilakukan pencarian lebih lanjut di gua-gua tersebut. Dalam Teks Qumran terdapat naskah kitab Yesaya lengkap. Setelah diselidiki, teks Qumran menunjukkan tiga macam naskah, yakni naskah konsonan yang menjadi dasar bagi pekerjaan editorial masoretes; naskah-naskah yang menjadi contoh untuk menerjemahkan Septuaginta pada abad 3 BC; dan Naskah-naskah yang berhubungan erat dengan Samaritan Pentateukh.
Naskah Perjanjian Lama memang tidak banyak dimiliki. Hal ini disebabkan oleh beberapa sebab, yakni: pertama, Jangka waktu 2000 sampai 3000 tahun adalah jangka waktu yang panjang. Maka kerusakan pada naskah memang tidak dapat dihindarkan. ke dua, Sejak jaman Musa dan jaman Perjanjian Lama, tulisan ditulis pada kulit binatang. Hal ini menjadi kelemahan karena kulit binatang tidak memiliki ketahan yang baik dibandingkan dengan lempengan tanah liat. Ke tiga, Orang Yahudi selama berabad-abad berada di bawah aniaya dan penjajahan. Hal ini yang menjadi faktor naskah-naskah itu tidak terlalu banyak karena penjajahan dapat menjadi faktor pemusnah. Ke empat, Peraturan menyalin naskah suci. Menurut tradisi Talmud, suatu naskah yang mengandung kesalahan karena salah salin dan naskah tua yang tidak dapat dipakai, harus dimusnahkan. Ke lima, pada abad 5-6 ketika para masoretes selesai memberi huruf hidup, maka naskah-naskah yang tua dimusnahkan agar tidak jatuh ke tangan orang kafir.
4.2. Penyalinan Perjanjian Baru
4.2.1. Sejarah.
Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani dengan tinta di atas Papyrus. Hal ini diungkapkan dalam II Yohanes 2. Tulisan yang lebih panjang ditulis pada papyrus rolls. Semua naskah Perjanjian Baru yang asli memang tidak kita miliki lagi. Hal ini disebabkan oleh keberadaan papyrus yang tidak dapat tahan lama. Tetapi Alkitab menyatakan bahwa naskah-naskah itu sudah disalin sebelum semuanya hilang (II Pet.3:15-16; Kol4:16). Sejak akhir abad 1 AD, proses menyalin terus berlangsung. Pada awal abad 2 AD, salinan mulai dibuat dalam bentuk buku tetapi tetap menggunakan bahan papyrus. Ketika zaman Kaisar Nero, penganiayaan terhadap orang Kristen menyebakan banyak salinan yang tidak sistimatis. Dari tahun 303 AD, Kaisar Diocletian meneror orang Kristen sampai abad ke 4 AD yang menyebabkan banyak salinan dibakar. Ketika Konstatine menggantikannya dan mengumumkan Edict of Milan tahun 313 AD, maka gereja menikmati kebebasan sehingga pada periode ini terdapat banyak salinan. Eusebius diperintahkan untuk mempersiapkan 50 salinan Alkitab. Hal ini terus berkembang sampai abad 15 AD ketika Alkitab pertama kali dicetak dengan mesin.
4.2.2. Naskah Perjanjian Baru
4.2.2.1. Naskah Papyrus
Naskah Papyrus terdapat tiga macam, yaitu: pertama, P52 John Rylands Fragment (117-138 AD). Sobekan naskah papyrus ini dianggap yang paling tua yang berisi 5 ayat dari Injil Yohanes. Naskah ini milik John Rylands Library di Manchester, Inggris. Ke dua, P45, 46, 47 Chester Beatty Papyri (250 AD). Naskah berada di Museum Beatty dekat Dublin. Naskah ini terdiri dari 3 kitab dan yang berisi hampir semua kitab Perjanjian Baru, yakni: Pertama, P 45 yang terdiri dari 30 lembar papyrus yang berisi Injil Yohanes 2 lembar; Injil Matius 2 lembar; Injil Markus 6 lembar; Injil Lukas 7 lembar; dan Kisah Para Rasul 13 lembar. Ke dua P46 yang terdiri dari 86 lembar. Papyrus ini sebenarnya berisi 104 lembar. Ia berisi Surat Paulus seperti Roma, Ibrani, 1 dan 2 Korintus, Efesus, Galatia, Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika. Dalam naskah ini surat Roma dan 1 dan 2 Tesalonika tidak lengkap. Ke tiga; P47 yang terdiri dari 10 lembar papyrus. Isi sebenarnya adalah 32 lembar. Papyrus ini berisi bagian tengah dari Kitab Wahyu 9:10-17:2. Ke tiga, P66, 72, 75 Bodmer Papyri. Ini naskah terpenting di antara naskah papyrus yang lain. Naskah ini berada di Library of World Literature di Culagny dekat Geneva. Naskah ini terdiri dari tiga bagian, yakni: pertama, P66 yang berasal dari tahun 200 AD. P66 terdiri dari 104 lembar yang berisi Injil Yohanes 1:1-6, 11; 6:35b-14:15 dan 40 lembar sobekan dari halaman yang lain yang berisi Injil Yohanes 14-21. Ke dua, P72 dari abad 3 AD. P72 merupakan salinan Kitab Yudas, 1 dan 2 Petrus dan beberapa kitab aprokripa Perjanjian Baru. Ke tiga, P75 antara tahun 175-225 AD. P72 terdiri dari 102 halaman dari 144 halaman. Ia berisi Injil Lukas dan Injil Yohanes.
4.2.2.2. Naskah Vellum dan Perkamen
Pada naskah Vellum dan Perkamen terdapat 5 kodex, yakni: pertama, Kodex Vaticatus (325-350 AD). Naskah ini diperkirakan naskah yang tertua yang ditulis pada vellum. Naskah ini merupakan naskah Perjanjian Lama versi Septuginta dan Perjanjian Baru secara lengkap dengan beberapa kita apokripa Perjanjian Lama kecuali Kitab 1 dan 2 Makabe dan Doa Manasses. Bagin Perjanjian Lama yang tidak terdapat dalam naskah ini ialah Kitab Kejadian 1:1-46:28; II Raja-raja 2:5-7, 10-13; dan Mazmur 106:27-138:6. Sedangkan bagian Perjanjian Baru yang tidak ada dalam naskah ini ialah Ibrani 9:14 sampai akhir; Markus 16:9-20; dan Yohanes 7:53-8:11. Maskah ini ditulis dengan huruf besar yang terdiri dari 759 lembar. Kodex ini disimpan di Perpustakaan Vatican, Kota Vatican, Italia. Ke dua, Kodex Sinaiticus (340 AD). Naskah ini dianggap penting karena termasuk naskah tua. Naskah ini ditemukan di sebuah Biara di kaki Gunung Sinai yakni Biara St. Catherine oleh seorang bangsawan Jerman yang bernama Tischendorf. Ketika ia berkunjung ke biara itu pada tahun 1844. Ia menemukan 43 lembar naskah kuno yang merupakan bagian Perjanjian Lama versi Septuaginta yang berisi I Tawarikh, Yeremia, Nehemia dan Ester. Ia membawa naskah ini ke Perpustakaan di Leipsig, Jerman. Naskah ini dikenal dengan sebutan Codex Frederico-Augustanus. Pada tahun 1853, ia mengunjungi biara itu lagi tetapi tidak menemukan apapun. Pada kunjungannya tahun 1859, ia berhasil mendapatkan 347 lembar. Naskah-naskah ini kemudian disebut dengan sebutan Kodex Sinaiticus yang berisi lebih dari separo Perjanjian Lama dan semua Kitab Perjanjian Baru kecuali Markus 16:9-20 dan Injil Yohanes 7:53-8:11. Pada tahun 1975 ditemukan 110 naskah kuno di sebuah ruangan di antaranya terdapat 13 lembar naskah dan 15 naskah kodex Sinaiticus dan tulisan lain dari tahun 650-850 AD. Ke tiga, Kodex Alexandrinus (450 AD). Pada tahun 1078, Kodex ini dipersembahkan kepada Patrianch of Alexandria. Pada tahun 1621, naskah ini dibawa oleh Cyril Lucar ke Konstantinopel. Lucar memberikan naskah ini pada Sir Thomas Roe, Duta besar Inggris di Turki pada tahun 1624 untuk dipersembahkan kepada Raja James I. Naskah ini tidak pernah sampai ke tangan Raja James I karena raja ini meninggal sebelum naskah ini sampai ke tangannya. Maka Raja Charles I mewarisi naskah ini pada tahun 1627 sehingga terlambat untuk dipakai sebagai bahan pembuatan Alkitab versi King James. Pada tahun 1757, Raja George I mempersembahkannya kepada National Library of The British Museum. Naskah ini terdiri dari seluruh Perjanjian Lama kecuali Kejadian 14:14-17; 15:1-5, 16-19; 16:6-9; I Samuel 12:18-14:9; Mazmur 49:19-79:10; dan seluruh Perjanjian Baru kecuali Matius 1:1-25:6; Yohanes 6:50-8:52 dan II Korintus 4:13-12:6. Ke empat, Kodex Ephraemi Rescriptus (345 AD). Pada tahun 1500, kodex ini dibawa John Lascaris ke Italia dan dibeli oleh Pietro Stozzi. Pada tahun 1533, naskah ini menjadi milik Catherine de Medici, ibu dari Raja Perancis. Sekarang naskah itu berada di Perpustakaan Nasional di Paris. Sebagian besar Perjanjian Lama telah hilang dan Perjanjian Baru kurang II Tesalonika, II Yohanes dan beberapa bagian dari Kitab Perjanjian Baru lainnya. Naskah ini merupakan suatu palimpsest rescritus (hapusan yang ditulis lagi). Pada mulanya berisi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tetapi sudah tua dan luntur, dihapus oleh Ephraem dan ditulis naskah kotbahnya. Tetapi Tischendorf berhasil membuat tulisan yang terhapus itu menjadi dapat dibaca dengan reaksi kimia. Kodex ini terdiri dari 209 lembar yang terdiri dari 64 Perjanjian Lama dan 145 Perjanjian Baru. Ke lima, Kodex Bezae (450 atau 550 AD). Naskah bahasa Yunani dan Latin yang tertua dari Perjanjian Baru adalah Kodex Bezae. Pada tahun 1562 ditemukan oleh Theodore de Beze (Beza), seorang Theolog Perancis. Pada tahun 1581, Beza memberikan naskah ini kepada Universitas Cambridge. Naskah ini berisi 4 Injil, Kisah Para Rasul dan III Yohanes 11-15.

Apokripha

A P O K R I PH A
1. Definisi

Apokripha ialah kitab-kitab yang ditulis pada waktu yang bersamaan atau berdekatan dengan penulisan Alkitab di tempat-tempat yangdisebutkan dalam Alkitab, yang dianggap sebagai semi kanon oleh sebagian orang. Di samping istilah apokripha, kita perlu mengenal tiga istilah yang berkaitan dengan Apokripha, yakni: pertama, Homologoumena. Homologoumena adalah kitab-kitab yang sejak semula diterima oleh semua orang sebagai kanon. Perjanjian Lama terdiri dari Kejadian sampai Ulangan, Yosua, Hakim-hakim, Rut, 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-raja, 1 dan 2 Tawarikh, Ezra, Nehemia, Ayub, Mazmur, Yesaya, Yeremia, Ratapan, Daniel, dan 12 nabi kecil. Sedangkan Perjanjian Baru terdiri dari Matius sampai Filemon, I Petrus dan I Yohanes. Ke dua, Antilogoumena. Antilogoumena adalah kitab-kitab yang mula-mula ditentang oleh sebagian orang sebagai kanon. Perjanjian Lama terdiri dari Ester, Amsak, Pengkotbah, Kidung Agung, dan Yehezkiel. Sedangkan Perjanjian Baru terdiri dari Ibrani, Yakobus, II Petrus, II dan III Yohanes, Yudas dan Wahyu. Ke tiga, Pseudepigrapha. Pseudepigrapha adalah kitab-kitab yang ditolak oleh semua orang karena tidak termasuk kanon. Jumlah pseudepigrapha Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak dapat diketahui jumlahnya. Tetapi dalam Perjanjian Baru, Surat Yudas pernah menyebutkannya (Yud.14-15). II Timotius 3:8 menyinggung Kitab Penitence of Jannes and Jambres. Beberapa kitab yang termasuk pseudepigrapha ialah Perjanjian Lama: The Book if Jubilee, The Book of Adam dan Eve, The Martyrdom of Isaiah, dan 3 dan 4 Makabe; dan Perjanjian Baru: Injil Thomas, Injil Petrus, The Lost Epistle to Corinthians, dan Surat Paulus kepada Jemaat Laodikia.

2. Apopkripha Perjanjian Lama
Kitab-kitab apokripha Perjanjian Lama ditulis antara tahun 300 BC - 100 AD. Kebanyakan dalam bahasa Yunani tetapi sebagian berbahasa ibrani dan aram. Kebanyakan tidak diketahui penulisnya tetapi diperkirakan orang-orang yahudi yang tinggal di Mesir. Kitab-kitab apokripha Perjanjian Lama dapat dibagi dalam lima jenis, yaitu: pertama, Jenis Pengajaran (Didactic). Kitab yang termasuk jenis ini ialah Kebijaksanaan Salomo dan Kitab Yesus Bin Sirakh. Ke dua, Jenis Roman Religius. Kitab yang termasuk jenis ini ialah Kitab Tobit dan Kitab Yudit. Ke tiga, Jenis Sejarah. Kitab yang termasuk jenis ini ialah 1 Esdras, 1 dan 2 Makabe. Ke empat, Jenis Nubuat. Kitab yang termasuk jenis ini ialah Barukh, Surat Nabi Yeremia, dan 2 Esdras. Ke lima, Jenis Dongeng. Kitab yang termasuk jenis ini ialah Tambahan-tambahan pada Kitab Ester, Doa Azarya dan Lagu Pujian Ketiga Pemuda dalam Perapian, Kisah Susana dan Daniel, Kitab Daniel dengan Dewa Baal dan Naga Babel, dan Doa Manaseh.

3. Aprokripha Perjanjian Baru
Kitab apokripha Perjanjian Baru, sebagian besar, dikategorikan pada kitab fiksi religius. Beberapa Injil Apokripha ditulis untuk memenuhi keinginan orang akan informasi tentang peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yesus yang tidak dicatat dalam Injil Kanon antara lain mujizat yang dilakukan Yesus pada masa anak-anak. Kitab-kitab yang ditulis seperti Kisah Para Rasul memberi informasi tentang akhir kehidupan para rasul yang tidak dikisahkan dalam Perjanjian Baru. Demikian juga surat-surat kiriman seperti Surat Kiriman Yesus kepada Raja Abgar dari Edessa, Siria. Kitab-kitab apokripha apokaliptik merupakan kitab yang menarik khususnya Apokaliptik Petrus yang menggambarkan penderitaan dalam neraka. Beberapa apokripha Perjanjian Baru ialah Shepherd of Hermas, Didacle, Teaching of Twelve, Surat Pseudo Barnabas, dan Injil Ibrani.

4. Penolakan Apokripha
Kita menolak kitab-kitab apokripha Perjanjian Lama karena beberapa alasan, yaitu: pertama, Kitab-kitab itu tidak terdapat dalam Kanon dari Kitab Suci Orang Israel yang sekarang dikenal dengan Perjanjian Lama. Ke dua, Penulis-penulis Perjanjian Baru tidak ada yang mengutipnya. Ke tiga, Yesus sering mengutip Perjanjian Lama dan tidak pernah mengutip Kitab Apokripha, ke empat, Terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani yang dibuat kurang-lebih abad 2 BC tidak memasukkan kitab apokripha itu. Ke lima, Konsili-konsili gereja dari abad 1-4 AD tidak pernah memberi dukungan kepada kitab ini. Ke enam, Bapa-bapa gereja seperti Athanasius, Cyril dari Yerusalem, Origen dan Jerome menentang kitab ini. Ke tujuh. Gereja Siria pada abad 4 menerima Alkitab dengan apokripha tetapi Alkitab dalam Bahasa Siria abad 2 tidak berisi apokripha. Ke delapan, Kisah-kisah dalam apokripha bersifat khayal dan tidak sesuai dengan kisah dalam Alkitab. Misalnya, Kisah Tobit atau Daniel. Ke sembilan, ajaran moral kitab apokripha lebih rendah dibandingkan Kitab Kanon (Yudit 9:10, 13). Ke sembilan, Kitab ini memiliki kesalahan sejarah, kronologi, dan peta bumi (Yudit 1:1; 7:11; 2:1, 4, 21, 24-28; 4:3-4, 6-8). Ke sepuluh, Kitab apokripha tidak mengklaim dirinya firman Allah atau tidak ada pernyataan semacam itu. Ke sebelas, Josephus, dan Kitab Talmud menyatakan bahwa kitab apokripha tidak memiliki otoritas yang lebih tinggi dari Alkitab.
Kitab apokripha Perjanjian Baru juga kita tolak karena beberapa alasan, yaitu: pertama, Kitab apokripha Perjanjian Baru hanya dikenal secara lokal dan bersifat sementara. Ke dua, status yang diberikan oleh sarjana terhadap kitab ini adalah semikanon. Ke tiga, Konsili gereja tidak menggolongkannya sebagai kanon Perjanjian Baru. Ke empat, Hanya sebagian orang yang menerima kitab-kitab ini karena menghubungkan kitab itu dengan Kitab kanon (Kol.4:16). Meski kita tidak menerima kitab apokripha Perjanjian Baru, kita tetap dapat memanfaatkannya karena kitab itu merupakan dokumentasi yang tua tentang keberadaan kitab-kitab kanon Perjanjian Baru; menggambarkan ajaran gereja secara umum setelah zaman Para rasul; merupakan jembatan antara tulisan para rasul dengan tulisan bapa-bapa gereja pada abad 3-4; dan mempunyai nilai sejarah tentang hal-hal praktis dalam peraturan gereja.