1. Definisi
Istilah kanon berasal dari kata Yunani “Kanon” yang berarti sebatang tongkat, penggaris, atau kayu penggaris. Kata Yunani itu kemungkinan berasal dari Kata Ibrani “Kaneh” yang juga berati kayu pengukur. Istilah “kanon” dipakai oleh Ilmu Theologia untuk menyebutkan peraturan iman dan tulisan yang memenuhi standar. Dalam kaitan dengan Alkitab, kata ini dipakai pertama kali dipakai oleh Athanasius yang mengartikan dari dua sudut, yaitu aktif yang berarti standar; dan pasif yang berarti kanonisasi, pengenalan dan penerimaan gereja terhadap sebuah kitab sebagai firman Allah. Maka kanon Alkitab berarti kitab-kitab yang diterima, yang mencapai standar yang seharusnya sebagaimana Alkitab dan yang sebenarnya adalah firman Allah. Jika Alkitab diinspirasikan Allah. Maka timbullah pertanyaan, “Kitab mana yang diinspirasikan?
2. Kanon Perjanjian Lama.
Kitab-kitab mana yang dapat dikategorikan sebagai kanon Perjanjian Lama? Gereja Roma Katolik menyatakan bahwa semua kitab yang gereja telah nyatakan menjadi kitab yang suci, diterima menjadi kanon Perjanjian Lama. Oleh sebab itu, Gereja Roma Katolik mengakui 53 kitab sebagai kanon Perjanjian Lama ditambah dengan beberapa kitab apokripha. Gereja Kristen tidak menerima 53 kitab tetapi 39 kitab sama seperti Orang Yahudi. Hal ini didasarkan pada pengakuan Kristus dan Para Rasul yang hanya mengakui 39 kitab sebagai kanon Perjanjian Lama. Pengakuan itu juga didasarkan pada dua dasar, yaitu: pertama, Banyak kitab dalam Perjanjian Lama yang dikutip sebagai firman Tuhan, pemberian Roh Kudus, atau Roh Kudus mengatakan untuk mengucapkan apa yang telah dicatat. Ke dua, Kristus dan Para rasul menunjuk tulisan suci dari Orang Yahudi sebagai firman Tuhan.
Teks Masoret menyebut 39 kitab Perjanjian Lama dalam tiga kategori, yaitu: Hukum (Kitab Musa), Nabi (Yosua, Hakim-hakim, 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-raja, Kitab Nabi Besar dan kecil), dan Syair (Mazmur, Amsal, Kidung Agung, Ruth, Ratapan, Pengkotbah, Ester, Daniel, Ezra, Nehemia, dan 1 dan 2 Tawarikh). Josephus (37-95 AD), Bishop Melito dari Sardis (170 AD), dan Tertulian (160-250 AD) juga menerima tiga bagian dari Perjanjian Lama. Menurut Miriam Santoso, “Seluruh Kitab Perjanjian Lama mungkin telah lengkap pada zaman Ezra.”
3. Kanon Perjanjian Baru
Gereja Katolik dan Kristen mengakui 27 kitab yang diinspirasikan Allah. Menurut Charles Hodge, “Prinsip penetapan 27 kitab itu sangat mudah. Hanya kitab yang terbukti ditulis oleh Para Rasul atau yang setuju dengan berita Para Rasul, yang diakui sebagai Kitab yang diinspirasikan Allah”. Pengakuan 27 kitab sebagai kanon Perjanjian Baru mempunyai beberapa latar belakang, yaitu: pertama, Tulisan-tulisan palsu yang menyerang tulisan yang asli. Misalnya, Marcion yang menolak Perjanjian Lama dan sebagian tulisan Perjanjian Baru dari Surat-surat Paulus bahkan ia mengubah Injil Lukas dengan memasukkan doktrin-doktrinnya. Ke dua, Isi tulisan Perjanjian Baru diuji keasliannya dan dipilih hingga akhirnya diakui sebagai kanon Perjanjian Baru. Ke tiga, Tulisan-tulisan rasul yang dipergunakan dalam kebaktian, dan dipakai untuk mengajar serta menjadi ukuran theologia dan etika melatar belakangi pengakuan kitab-kitab dalam kanon Perjanjian Baru. Ke empat, Penganiayaan Kaisar Diocletian (303 AD) telah menyebabkan seluruh kitab suci dibakar dan memaksa gereja untuk memilih, meneliti dan menetapkan kanon Perjanjian Baru. Ke lima, Perkembangkan gereja yang telah menyebar di berbagai tempat dan akan terus berkembang ke berbagai wilayah, menuntut kelengkapan Alkitab guna memudahkan penerjemahan Alkitab dalam berbagai bahasa.
Pada abad ke dua, kanon Perjanjian Baru telah lengkap. Teks Perjanjian Baru dalam Bahasa Syiria pada abad 2 memperlihatkan seluruh kanon Perjanjian Baru kecuali 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes, Yudas, dan Wahyu. Justin Martyr tahun 140 AD menerima semua kitab Perjanjian Baru kecuali Filipi dan I Timotius. Kanon Muratorian pada tahun 170 AD memuat seluruh Kitab Perjanjian Baru kecuali Ibrani, 1 dan 2 Petrus. Pada tahun yang sama, Irenaeus, murid Polikarpus, menerima semua kitab Perjanjian Baru kecuali Filemon, Yakobus, 2 Petrus dan 3 Yohanes. Tahun 206 Kodex Borococcio memuat seluruh Perjanjian Lama dan Baru kecuali Kitab Ester dan Wahyu. Pada tahun 230 AD, Origen menulis daftar kitab-kitab Perjanjian Baru yakni: 4 kitab Injil, Kisah Para Rasul, 13 Surat Paulus, I Petrus, I Yohanes dan Wahyu. Ia tidak menerima Ibrani, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes, Yakobus dan Yudas. Pada abad 4, Eusebius menyebut semua kitab Perjanjian Baru kecuali Yakobus, Yudas, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes. Tahun 367 AD, Festal Letter yang ditulis Athanasius mencantumkan 27 kitab Perjanjian Baru. Demikian juga dengan Jerome dan Agustinus. Akhir gereja mengakui 27 kitab sebagai kanon Perjanjian Baru dan 39 Kitab sebagai kanon Perjanjian Lama setelah terjadi Konsili Hippo tahun 393 AD, Konsili Carthage pertama tahun 397, dan Konsili Carthage ke dua tahun 419 AD.
4. Prinsip Kanonisasi
Dalam menentukan kitab-kitab yang termasuk kanon Alkitab, bukan semua kitab yang dimasukkan dalam kanon walaupun kitab tersebut memiliki beberapa faktor, seperti: pertama, faktor usia. Kitab yang termasuk kanon bukan kitab-kitab yang tua atau kuno. Misalnya Kitab peperangan Tuhan (Bil.21:14) dan Kitab orang jujur (Yos.10:13). Ke dua, faktor bahasa. Banyak kitab yang ditulis dalam bahasa Ibrani, tetapi tidak semua kitab yang berbahasa ibrani dikategorikan sebagai kanon. Misalnya, kitab-kitab apokripha. Ke tiga, faktor Taurat. Kitab yang menyebut atau yang setuju dengan Taurat, tidak otomatis dimasukkan dalam kanon. Misalnya Tulisan Elia (II Taw.21:12) dan Tulisan Ido (II Taw.12:15). Ke empat, faktor agama. Tidak semua kitab yang membicarakan hal-hal keagamaan atau yang rohani, dimasukkan dalam kanon Alkitab. Misalnya, Ecclesiasticus.
Dalam melakukan pemilihan, penyelidikan dan penetapan kitab-kitab yang termasuk kanon, Bapa-bapa gereja menggunakan beberapa prinsip, yaitu: pertama, Kerasulan. Bapa-bapa gereja mendasarkan penetapan kanon Alkitab dengan mempertanyakan, “Apakah penulisnya adalah rasul atau orang yang berhubungan dengan rasul? Misalnya, Markus, Yakobus, Yudas, dan Lukas. Ke dua, Penerimaan. Bapa gereja juga mempertanyakan, “Apakah kitab itu diterima sebagian besar gereja? Ke tiga, Keilahian. Bapa gereja mendasarkan pilihan pada kitab-kitab yang diilhamkan Allah, ditulis oleh orang pilihanNya, dan memiliki kuasa Allah. Ke empat, Isi. Bapa gereja selalu mempertanyakan isi kitab itu. Apakah kitab itu merefleksikan doktrin yang konsisten? Ke lima, Inspirasi. prinsip ke lima merupakan prinsip yang utama. Apakah kitab itu merefleksikan inspirasi yang berkualitas? Dalam pemilihan, penyelidikan dan penetapan kitab kanon, para bapa gereja tidak menciptakan suatu kanon, tetapi ia mengakui dan mendefinisikannya. Mereka menerima pimpinan Roh Kudus untuk menemukan kitab-kitab yang termasuk kanon Alkitab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar